
BARU-baru ini, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menemukan simpanan berjangka (deposito) di bank umum milik pemerintah (kode rekening pemerintah) sebanyak Rp 285,6 triliun (data per Agustus 2025). Namun, ia tidak mengetahui itu uang apa.
"Kita masih investigasi itu uang apa. Tapi kalau saya tanya anak buah saya, mereka bilang enggak tau. Tapi saya yakin mereka tahu," kata Purbaya.
Kas pemerintah pusat tersebar di dua tempat utama, yaitu bendahara umum negara (BUN) dan kementerian/lembaga (K/L).
Bendahara Umum Negara (BUN) menempatkan kas negara bertujuan untuk berjaga-jaga, apabila sewaktu-waktu menerima perintah pembayaran dari K/L.
Kas dan setara kas yang dikelola oleh BUN ditempatkan pada beberapa rekening meliputi: Rekening Kas Umum Negara (RKUN) di Bank Indonesia, Rekening Pengeluaran Kas BUN (RPK BUN) untuk membayar semua pengeluaran pemerintah di bank operasional, rekening bank persepsi untuk menampung penerimaan negara sebelum dipindahkan ke RKUN, rekening khusus, dan rekening pemerintah lainnya (RPL).
Baca juga: Purbaya Bersih-bersih Kementerian Keuangan
Prinsip Treasury Single Account (TSA) mengharuskan semua rekening dinihilkan setiap akhir hari kerja, dan saldonya dipindahkan ke RKUN di Bank Indonesia.
Penempatan kas negara oleh BUN menggunakan instrumen simpanan di Bank Indonesia atau di bank umum, baik dalam bentuk rupiah maupun valas.
Simpanan dalam bentuk valas digunakan untuk pembayaran transaksi dalam bentuk valas. Contoh: pembayaran bunga dan pokok utang pemerintah dalam bentuk valas, pembayaran belanja negara untuk kedutaan besar/konsulat jenderal Indonesia di luar negeri, dan pembayaran lainnya dalam bentuk valas.
Kas dan setara kas yang dikelola oleh K/L terdiri dari kas di bendahara pengeluaran, kas di bendahara penerimaan, kas di rekening hibah, kas pada Badan Layanan Umum (BLU), kas dan setara kas lainnya yang dikelola oleh K/L seperti kas di rekening penampungan sebagai rekening pemerintah lainnya.
Laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) tahun 2024 menyebutkan saldo kas dan setara kas per 31 Desember 2024 sebanyak Rp 429,67 triliun, yang terdiri dari Kas di Rekening Pemerintah di Bank Indonesia dan bank umum dalam Rupiah Rp 180,92 triliun, Kas di Rekening Pemerintah di Bank Indonesia dan bank umum dalam valuta asing Rp 169,2 triliun, kas di rekening pemerintah lainnya Rp 9,94 triliun.
Selain itu, kas di rekening kas di KPPN Rp 697,38 miliar, Kas dalam Transito Rp 2,75 miliar, Kas di Bendahara Pengeluaran Rp 230,04 miliar, Kas di Bendahara Penerimaan Rp 14,76 miliar, Kas Lainnya dan Setara Kas Rp 13,41 triliun, Kas pada Badan Layanan Umum Rp 55,34 triliun.
Pada LKPP terlihat saldo mengendap di kementerian/lembaga hingga posisi akhir tahun 2024, yang seharusnya telah dinihilkan atau disetor ke BUN, masih tersisa sebesar Rp 69 triliun (atau Rp 68,99 triliun).
Sehingga tidak mengherankan apabila pada periode berjalan, seperti paparan Menkeu Purbaya, yaitu per Agustus 2025 ada sebanyak Rp 285,6 triliun.
Mengapa saldo mengendap di kementerian/lembaga sangat tinggi?
Pertama, terdapat saldo uang persediaan (UP) dan tambahan uang persediaan (TUP). Kedua, saldo kas bendahara penerimaan harian yang belum disetorkan ke rekening bank persepsi.