Sementara itu, dalam ritual lempar jumrah terdapat konfirmasi moral bahwa tirani, ego, dan ketamakan global harus dijadikan musuh bersama, jangan dipelihara melainkan harus dibasmi.
Adapun tawaf merupakan “putaran protes suci” terhadap permainan kotor global. Dalam pusaran manusia yang mengitari Kabah terdapat simbol perlawanan spiritual terhadap poros kekuasaan global yang pongah dan semena-mena.
Ketika pemimpin negara-negara adikuasa mempermainkan nasib umat manusia melalui perang dagang dan utak-atik tarif, ritual tawaf merespons dengan gerak melingkar yang tertib, teratur, dan terpusat.
Ritual tawaf memberitahukan bahwa dunia membutuhkan orbit yang adil, bukan pusaran kepentingan yang diciptakan para pemimpin adikuasa yang ugal-ugalan.
Selama ini kita mengharap dan mengandalkan bahwa etika global yang kita butuhkan hari ini lahir dari debat akademik atau forum-forum elite internasional. Ternyata, terlambat datang dan malah tidak kunjung lahir. Melalui ibadah hajilah kita berharap agar etika global lahir.
Ibadah haji menyadarkan manusia bahwa bumi ini bukan milik satu bangsa atau satu sistem ekonomi, tetapi anugerah bersama yang harus dijaga, dibagi, dan diwariskan secara adil ke generasi yang akan datang.
Haji memberi inspirasi bagi umat manusia untuk menyusun kembali tatanan global. Jika semangat haji—kesetaraan, kesederhanaan, dan solidaritas—diterjemahkan ke dalam kebijakan global, perusahaan-perusahaan internasional tidak akan mengejar profit dengan cara menekan buruh miskin.
Baca juga: Pemimpin Penghibur dan Pengatur
Suatu negara seharusnya tidak menjarah kekayaan negara lain. Masyarakat dunia mengutamakan hidup berbagi, penuh simpati, berempati, dan saling memahami.
Namun, yang kita saksikan secara kasat mata dalam realitas geopolitik adalah negara di dunia yang mengejar kepentingannya sendiri tanpa kendali moral.
Haji memberi pola konkret etika global. Dalam hamparan jutaan manusia yang beragam, dengan pola ritual yang sama, ibadah haji menyampaikan pesan bahwa manusia yang berbeda bisa hidup bersama tanpa merasa memiliki hak menguasai yang lain.
Itulah spiritualitas global dalam ibadah haji yang belum pernah berhasil kita terjemahkan ke dalam struktur dunia. Mungkin pernyataan semacam ini adalah utopia moral yang indah, tapi naif.
Namun, utopia ini harus terus digaungkan, sebagai ilusi strategis yang menekan kerakusan, membingkai diplomasi, dan “menyemprot” para predator global.
Kadang, utopia diperlukan bukan karena pasti akan nyata, tapi karena satu-satunya harapan menghadapi realitas yang brutal.
Dunia tidak kekurangan konferensi perdamaian atau deklarasi internasional. Yang kurang adalah kesadaran moral kolektif global, yang dapat ditumbuhkan dari ritual haji.
Haji menuntun masyarakat global agar sadar bahwa masa depan hanya bisa dipertahankan oleh nilai-nilai kebersamaan, saling mengenal, dan tanggung jawab lintas batas.
Ritual haji mengajarkan bahwa peradaban yang bertahan bukanlah yang paling kuat atau paling kaya, melainkan yang paling manusiawi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.