Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Edy Suhardono
Psikiater/Psikolog

Peneliti & Assessor pada IISA Assessment Consultancy & Research Centre

Phobia Darurat Militer: Trauma Lama dalam Perwajahan Baru

Kompas.com - 04/09/2025, 08:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA 1973, psikolog David Rosenhan menerbitkan hasil eksperimennya yang monumental, “On Being Sane in Insane Places”.

Dalam studi ini, Rosenhan dan tujuh sukarelawan sehat (pseudopasien) mendatangi 12 rumah sakit jiwa berbeda dengan mengeluhkan satu gejala palsu: mereka mendengar suara-suara samar yang mengucapkan kata "kosong", "hampa", atau "gedebuk".

Segera setelah mereka berhasil dirawat inap, mereka berhenti menunjukkan gejala apa pun dan berperilaku sepenuhnya normal.

Hasilnya sangat mengejutkan. Staf medis, yang telah melabeli mereka dengan diagnosis seperti skizofrenia, secara konsisten menafsirkan semua perilaku normal mereka sebagai bukti penyakit jiwa.

Mencatat pengalaman dalam buku harian disebut sebagai "perilaku menulis patologis", dan mondar-mandir di koridor karena bosan dianggap sebagai "kegelisahan nervosa".

Eksperimen Rosenhan ini membuktikan secara telak bahwa sekali label dilekatkan oleh otoritas, label itu menjadi realitas yang mendefinisikan segalanya, membuat otoritas tersebut tidak mampu lagi membedakan kewarasan dari kegilaan (Rosenhan, D. L., Science, 1973).

Baca juga: Politik Kerusuhan dan Masa Depan Demokrasi

Eksperimen Rosenhan ini, secara mengerikan, menjadi cermin presisi bagi respons negara terhadap gelombang protes publik yang melanda negeri.

Ketika rakyat "menjerit" karena nyeri akibat ketidakadilan ekonomi dan arogansi kekuasaan, negara, melalui sebagian elitenya, justru mendiagnosis jeritan itu sebagai ancaman patologis.

Wacana darurat sipil atau militer yang mulai diembuskan, sebagaimana diulas dalam laporan Kompas (2/9/2025), bukanlah tawaran penyembuhan, melainkan label "skizofrenia sosial" yang dilekatkan pada kritik publik.

Ini adalah manuver gaslighting skala kebangsaan: upaya sistematis untuk meyakinkan rakyat bahwa masalahnya bukanlah penyakit korupsi dan disfungsi kelembagaan, melainkan suara mereka yang dianggap terlalu berisik.

Seperti staf rumah sakit dalam eksperimen Rosenhan, negara sedang berusaha keras memanipulasi realitas—menggeser fokus dari kegagalannya sendiri kepada rakyat yang dipaksa menjadi kambing hitam atas krisis yang tidak mereka ciptakan.

Dari aspirasi jadi ancaman

Langkah pertama dalam setiap operasi gaslighting adalah memutarbalikkan narasi. Aspirasi publik yang lahir dari penderitaan nyata secara sengaja dibingkai ulang menjadi ancaman keamanan.

Teori pembingkaian (framing) dari sosiolog Erving Goffman (1974) menjelaskan bagaimana elite politik dapat menyeleksi aspek-aspek tertentu dari realitas dan membuatnya lebih menonjol dalam teks komunikasi.

Dalam kasus ini, gambar-gambar penjarahan dan pembakaran—yang seringkali merupakan ekses minor dari gerakan besar—diperbesar secara tidak proporsional untuk mendefinisikan keseluruhan protes.

Sementara itu, data substansial yang menjadi bahan bakar kemarahan publik sengaja diabaikan.

Halaman:


Terkini Lainnya
KPK Usut Kerugian Negara Terkait Kasus Petral
KPK Usut Kerugian Negara Terkait Kasus Petral
Nasional
Kesaksian Pihak Orkes Sidang MPR soal Anggota DPR Joget: Lagunya Gembira
Kesaksian Pihak Orkes Sidang MPR soal Anggota DPR Joget: Lagunya Gembira
Nasional
OTT, KPK Tangkap Gubernur Riau Abdul Wahid
OTT, KPK Tangkap Gubernur Riau Abdul Wahid
Nasional
Jadi Pilot Airbus A400M Pertama, Mayor Riki Sihaloho: Senang dan Bersyukur!
Jadi Pilot Airbus A400M Pertama, Mayor Riki Sihaloho: Senang dan Bersyukur!
Nasional
Materi soal Pekerja Migran Akan Diajarkan di Sekolah Rakyat
Materi soal Pekerja Migran Akan Diajarkan di Sekolah Rakyat
Nasional
Kepala BGN Tegaskan Tak 'Plek' Contoh MBG India: Kita Beda Banget
Kepala BGN Tegaskan Tak "Plek" Contoh MBG India: Kita Beda Banget
Nasional
Penjarahan Rumah Sri Mulyani hingga Sahroni Disebut Sudah Direncanakan
Penjarahan Rumah Sri Mulyani hingga Sahroni Disebut Sudah Direncanakan
Nasional
BGN Akui Keracunan MBG Masih Terjadi, Kebanyakan karena Kualitas Air
BGN Akui Keracunan MBG Masih Terjadi, Kebanyakan karena Kualitas Air
Nasional
Pilot A400M Jalani Latihan Tambahan 30 Hari Usai Mendarat di Lanud Halim
Pilot A400M Jalani Latihan Tambahan 30 Hari Usai Mendarat di Lanud Halim
Nasional
Dugaan Mark Up Whoosh, KAI Siap Suplai Data dan Beri Kesaksian
Dugaan Mark Up Whoosh, KAI Siap Suplai Data dan Beri Kesaksian
Nasional
KSPSI Sidak Pabrik Ban Bareng Dasco: Perusahaan Tak Patuh Akan Dipanggil DPR
KSPSI Sidak Pabrik Ban Bareng Dasco: Perusahaan Tak Patuh Akan Dipanggil DPR
Nasional
Dari Langit Eropa ke Indonesia: Perjalanan Panjang Mayor Riki Bawa Pulang Airbus A400M Pertama ke Tanah Air
Dari Langit Eropa ke Indonesia: Perjalanan Panjang Mayor Riki Bawa Pulang Airbus A400M Pertama ke Tanah Air
Nasional
Ini 'Tugas' dari Prabowo untuk Pesawat A400M: Evakuasi hingga Misi Kemanusiaan
Ini "Tugas" dari Prabowo untuk Pesawat A400M: Evakuasi hingga Misi Kemanusiaan
Nasional
KPK Terbitkan Sprindik Baru Kasus Pengadaan Minyak Mentah dan Produk Kilang
KPK Terbitkan Sprindik Baru Kasus Pengadaan Minyak Mentah dan Produk Kilang
Nasional
Dasco Sidak ke Pabrik Ban Michelin karena Endus Pelanggaran PHK
Dasco Sidak ke Pabrik Ban Michelin karena Endus Pelanggaran PHK
Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau