SINGKAWANG, KOMPAS.com - Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Singkawang, Sumastro, resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri Singkawang pada Kamis (10/7/2025).
Penetapan tersangka ini berkaitan dengan dugaan tindak pidana korupsi pemberian keringanan retribusi jasa usaha terkait pemanfaatan hak pengelolaan atas lahan (HPL) milik Pemerintah Kota Singkawang di Kelurahan Sedau, Kecamatan Singkawang Selatan, pada 2021.
Tim penyidik kemudian memutuskan untuk melakukan penahanan terhadap Sumastro selama 20 hari ke depan, terhitung sejak hari ini, di Lapas Kelas 2B Kota Singkawang.
Baca juga: Makan Besaprah, Tradisi Melayu Singkawang yang Samakan Derajat Lewat Sepiring Rasa
Kepala Kejaksaan Negeri Singkawang, Nur Handayani menjelaskan Sumastro disangkakan Pasal 2 ayat (1), subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Menurut Nur, kasus ini bermula pada tahun 2021. Ketika PT PWG Taman Pasir Panjang Indah Singkawang mengajukan keberatan kepada wali kota terkait retribusi daerah sebesar Rp 5,23 miliar.
Sebagai hasilnya, atas kebijakan Sumastro, PT PWG diberikan keringanan retribusi sebesar 60 persen atau sebesar Rp 3,14 miliar.
PT PWG juga mendapat penghapusan denda administrasi sebesar 2 persen selama 120 bulan dari Rp 2, 5 miliar menjadi Rp 2 miliar. Tindakan Sumastro dianggap melanggar hukum.
"Menurut fakta hukum yang ditemukan, terdapat serangkaian perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang yang telah memperkaya atau menguntungkan pihak lain, yaitu PT PWG," kata Nur.
"Terdapat juga mens rea atau kesalahan dari pengelola barang milik daerah, dalam hal ini Sekretaris Daerah Kota Singkawang, yang tidak melaksanakan hasil konsultasi dan koordinasi dari Dirjen Perimbangan Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan Gubernur Kalimantan Barat," ungkap Nur Handayani.
Lebih lanjut, Nur Handayani menegaskan bahwa Sekretaris Daerah telah menyalahgunakan kewenangan dan melanggar PP nomor 28 Tahun 2020 tentang perubahan atas PP nomor 27 tahun 2014 mengenai pengelolaan barang milik negara atau daerah.
"Sejak awal, tersangka menghindari penggunaan Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah dan menghindari pelelangan atau tender dalam pemanfaatan barang milik daerah untuk mengakomodasi PT Palapa Wahyu Group," tambahnya.
Tim audit BPKP juga menyatakan bahwa terdapat kerugian keuangan negara atas dugaan tindak pidana korupsi ini senilai Rp 3,14 miliar.
"Tidak menutup kemungkinan juga akan ada tersangka lainnya, ditunggu saja perkembangan penyidikannya," tutup Nur Handayani.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini