PURWOREJO, KOMPAS.com — Jelang perayaan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-80, banyak penjualan tiket jalan sehat dan kupon undian berhadiah dalam acara yang digelar masyarakat.
Namun, bagaimana hukumnya menjual tiket jalan sehat yang uangnya diambilkan dari tiket tersebut ?
Untuk menjawab persoalan di atas, Lajnah Bahtsul Masail (LBM) PCNU Purworejo justru menyoroti satu aspek penting yang kerap luput dari perhatian yaitu keabsahan syariat di balik penjualan tiket berhadiah.
Baca juga: Pelita di Gedung Hijau, Panti Asuhan Muslimat NU Merawat Harapan Yatim Piatu
Dalam forum rutin Sabtu Legi yang digelar pada Sabtu, tanggal 2 Agustus 2025 yang lalu, LBM PCNU Purworejo mengangkat tema yang cukup sensitif namun sangat kontekstual yakni "Hukum Tiket Jalan Sehat Berhadiah".
Kegiatan yang berlangsung di Masjid Al-Firdaus, Kemiri Lor, Kecamatan Kemiri, ini dihadiri perwakilan dari berbagai Majelis Wakil Cabang (MWC) NU dan pesantren se-Kabupaten Purworejo.
Fenomena tiket jalan sehat berhadiah sejatinya bukan hal baru. Demi menyemarakkan kemerdekaan, banyak panitia di desa-desa menjual tiket dengan kisaran harga Rp 5.000–Rp 10.000.
Setelah melalui kajian mendalam, LBM PCNU Purworejo menyatakan bahwa praktik penjualan tiket jalan sehat berhadiah tidak memenuhi kriteria akad yang sah dalam fikih muamalah. Bahkan, dalam substansi hukumnya, dinilai serupa dengan unsur perjudian (maysir).
"Peserta membayar tiket tanpa menerima manfaat atau barang yang jelas, selain peluang mendapatkan hadiah yang sifatnya spekulatif. Ini masuk kategori akad fasidah, baik dari sisi jual beli maupun ijarah," terang salah satu perumus, Ust. Asnawi dalam keterangan resminya pada Senin (11/8/2025).
Meskipun demikian, keputusan LBM PCNU Purworejo tidak melarang kegiatan jalan sehat berhadiah. Justru sebaliknya, lembaga ini menawarkan solusi syar’i agar kegiatan tetap bisa berlangsung tanpa melanggar aturan agama.
"Panitia bisa menjual barang atau merchandise yang jelas kepada peserta, misalnya kaos, botol minum, atau perlengkapan lain. Uang yang dibayarkan peserta dianggap sebagai jual beli, bukan spekulasi," imbuh KH Amir Kilal, salah satu perumus lainnya.
Dengan begitu, peserta mendapatkan barang secara pasti, dan panitia tetap dapat mengadakan undian hadiah sebagai bonus tambahan selama tidak menjadi motif utama.
Keputusan ini disusun oleh tim perumus yang terdiri dari tokoh-tokoh kiai dan akademisi NU, seperti KH Ali al-Asfar, Ust. Khoiril Anam, dan Ust. Saifudin Zuhri, MA.
Baca juga: Pramono Hadiri Harlah Muslimat NU, Puji Peran Besar dalam Pembangunan Jakarta
Bertindak sebagai mushahih (penyemak) adalah KH. Asnawi, KH. Romli Hasan, KH. Mahsun Afandi, dan KH. Muhammad Ayub.
Kegiatan ini dimoderatori oleh Ust. Balya Zahi dan dicatat secara resmi oleh Ust. M. Hanif R.
Melalui keputusan bernomor 03/PC.LBMNU/VII/2025 ini, LBM PCNU Purworejo berharap masyarakat, terutama para panitia kegiatan HUT RI, lebih memperhatikan aspek syariat dalam setiap bentuk kemeriahan.
“Kami tidak ingin kegiatan positif seperti jalan sehat menjadi celah pelanggaran syariat. Justru kami ingin membimbing agar tetap sesuai dengan nilai-nilai Islam, sehingga manfaatnya benar-benar utuh lahir dan batin,” jelas KH Ali al-Asfar.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini