KOMPAS.com - Telur merupakan salah satu menu sarapan favorit di banyak negara, termasuk Indonesia. Rasanya yang gurih dan kandungan nutrisinya yang tinggi menjadikannya pilihan yang praktis dan lezat.
Namun, meski kaya protein dan sejumlah mikronutrien penting, beberapa ahli kesehatan menyarankan agar konsumsi telur tidak berlebihan karena kandungan lemak jenuh dan kolesterol di dalamnya.
Lalu, benarkah telur terlalu dibesar-besarkan sebagai sumber protein?
Baca juga: 4 Ide Olahan Telur Ayam Selain Didadar untuk Sarapan Pagi
Berikut ulasan lengkap berdasarkan pendapat Annette Snyder, MS, RD, CSOWM, LD, seorang ahli gizi terdaftar di Top Nutrition Coaching, serta tinjauan nutrisi dan alternatif sumber protein lainnya.
Menurut data dari Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), satu butir telur rebus besar mengandung:
Meski kaya gizi, telur juga mengandung kolesterol dan lemak jenuh. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa kolesterol dari makanan tidak selalu berbanding lurus dengan peningkatan kolesterol darah.
Meski begitu, sebagian studi seperti yang terbit pada 2019 masih mengaitkan konsumsi telur dengan risiko penyakit jantung.
Baca juga: Rahasia Telur Orak Arik Enak dan Lembut, Tambahkan 1 Bahan Ini
Terkait lemak jenuh, satu butir telur mengandung jauh lebih sedikit dibandingkan daging olahan seperti sosis.
Namun, American Heart Association tetap menyarankan agar konsumsi lemak jenuh dibatasi maksimal 6 persen dari total kalori harian.
Jika Anda ingin mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol namun tetap mendapatkan protein berkualitas, berikut lima alternatif yang bisa dipertimbangkan:
Produk dari kedelai ini merupakan protein nabati lengkap karena mengandung semua asam amino esensial.
Setengah cangkir tahu mengandung sekitar 10 gram protein, tanpa kolesterol dan lemak jenuh yang berarti.
Quinoa adalah biji-bijian tinggi protein yang juga tergolong sebagai sumber protein lengkap. Satu cangkir quinoa matang mengandung sekitar 8 gram protein, plus serat dan mikronutrien lainnya.