Penulis: Murali Krishnan/DW Indonesia
KOMPAS.com - Sungai Indus, Jhelum, dan Chenab, yang menghubungkan India dan Pakistan, kian menjadi sumber ketegangan kedua negara beberapa bulan terakhir.
Setelah serangan mematikan terhadap turis di wilayah Kashmir yang dikelola India April lalu, India mengumumkan bahwa perjanjian pembagian air dengan Pakistan akan segera ditangguhkan, sampai Pakistan menghentikan dukungannya secara permanen kepada terorisme lintas batas negara.
Meski bentrokan dengan Pakistan berakhir pada bulan Mei lalu, New Delhi tetap berkeras pada posisinya menggunakan Sungai Indus untuk kepentingan geopolitik.
Baca juga: Korban Tewas Banjir Bandang dan Longsor Pakistan Lampaui 350 Jiwa
Perdana Menteri India Narendra Modi dalam pidatonya awal bulan Agustus mengatakan darah dan air tidak akan mengalir bersama.
Namun penangguhan India terhadap Perjanjian Air Indus atau Indus Waters Treaty (IWT) sejauh ini baru bersifat teoritis.
Dari laporan yang beredar, India tidak melakukan tindakan konkret untuk membatasi aliran air ke Pakistan, yang akan berdampak fatal bagi sektor pertanian dan energi Pakistan. Islamabad turut memperingatkan bahwa pembatasan air akan dianggap sebagai "deklarasi perang".
Baca juga: Banjir-Longsor Pakistan Tewaskan 321 Orang, Warga Dengar Tanah Bergetar
Pengadilan Arbitrase Permanen (PCA) di Den Haag baru-baru ini memutuskan bagaimana menafsirkan bagian-bagian penting dari perjanjian air kedua negara.
Garis besarnya, PCA memerintahkan India untuk melepas aliran sungai-sungai tersebut untuk penggunaan tak terbatas Pakistan, kecuali dalam keadaan yang didefinisikan secara khusus.
Namun, India menolak pandangan pengadilan yang tertuang dalam putusan tambahan sebagai hal yang tidak relevan.
"India tidak pernah mengakui legalitas, legitimasi, atau kewenangan PCA. Sehingga putusan-putusannya tidak memiliki kewenangan, tidak memiliki landasan hukum, dan tidak berpengaruh terhadap hak India dalam memanfaatkan air,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri India Randhir Jaiswal.
"India juga secara tegas menolak referensi selektif dan menyesatkan Pakistan terhadap putusan pengadilan,” imbuhnya.
Baca juga: Bagai Hari Kiamat, Hujan Monsun di Pakistan 24 Jam Tewaskan 199 Orang
Para pakar kebijakan luar negeri dan akademisi mengatakan kepada DW bahwa India dan Pakistan tampaknya menghadapi jalan buntu karena saluran diplomatik antara kedua tetangga itu telah dibekukan.
Uttam Kumar Sinha, seorang peneliti senior di Manohar Parrikar Institute for Defence Studies, mengatakan bahwa sengketa ini berpotensi berkembang menjadi poros politik air Asia yang meluas.
"Pakistan akan membawa putusan tersebut ke ranah internasional dari PBB hingga Organisasi Kerjasama Islam (OKI) untuk menyoroti ancaman terhadap kedaulatan airnya. India, di sisi lain, akan bersikeras bahwa putusan tersebut tidak memengaruhi kedaulatannya dan akan terus melanjutkan pembangunan infrastruktur pembangkit listrik tenaga air dan irigasi di sungai-sungai bagian barat," kata Sinha.