KOMPAS.com - Pemerintah menegaskan bahwa kawasan Gunung Lawu yang berada di perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah tidak termasuk dalam wilayah kerja pertambangan (WKP) panas bumi.
Keputusan ini menjadi bentuk komitmen pemerintah dalam menjaga keseimbangan antara pengembangan energi terbarukan dan pelestarian nilai sejarah, budaya, serta spiritual kawasan tersebut.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, menyampaikan bahwa tidak ada proses lelang maupun aktivitas eksplorasi panas bumi di kawasan Gunung Lawu.
Baca juga: Dari Geothermal hingga Wisata Serampangan, Gemma Bongkar Masalah Bandung
Ia menegaskan bahwa pemerintah sangat berhati-hati dalam menentukan lokasi proyek energi panas bumi.
"Kami tegaskan Gunung Lawu tidak masuk dalam wilayah kerja pertambangan panas bumi. Tidak ada proses lelang maupun aktivitas eksplorasi di kawasan tersebut," kata Eniya dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (19/10/2025) dikutip dari Antara.
Menurut Eniya, prinsip kehati-hatian dan penghormatan terhadap nilai-nilai budaya dan spiritual masyarakat sekitar menjadi dasar utama keputusan tersebut.
Sebelumnya, rencana pengembangan panas bumi di kawasan Lawu memang pernah diajukan sejak 2018. Namun setelah melalui evaluasi menyeluruh, wilayah kerja tersebut resmi dihapus pada 2023.
Baca juga: Pakar Nilai Geothermal Dorong Pertumbuhan Ekonomi Lokal, Ciptakan Ribuan Lapangan Kerja Baru
Gunung Lawu kembali bertopi seperti terlihat dari jepretan Parasito Djoyo warga Ngawi yang berjarak sekitar 27 kilometer dari Gunung Lawu. Awan tersebut terlihat dari pukul 05.30 WIB hingg sekitar pukul 06.30 WIB, Kamis (5/9/2024).Sebagai tindak lanjut, pemerintah pusat melakukan audiensi pada 2024 bersama Pemerintah Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, serta akademisi Universitas Sebelas Maret (UNS).
Dari hasil pembahasan tersebut, Kecamatan Jenawi diusulkan sebagai lokasi alternatif karena berada jauh dari kawasan cagar budaya, situs spiritual, dan wilayah yang memiliki keterikatan erat dengan Gunung Lawu.
Eniya menjelaskan, kegiatan di Jenawi hanya berupa survei pendahuluan dan eksplorasi (PSPE), bukan pengeboran langsung.
Baca juga: Mendengar Suara dari Bumi Cendana: Polemik Geothermal di NTT
Kegiatan PSPE diawali dengan survei geosains untuk memetakan potensi panas bumi sekaligus memastikan seluruh situs budaya, kawasan sakral, dan hutan konservasi tidak termasuk dalam area survei.
Kajian ini diharapkan menjadi dasar ilmiah bagi pemanfaatan energi panas bumi dengan potensi hingga 40 megawatt (MW), atau setara kebutuhan listrik bagi lebih dari 40.000 rumah tangga.
"PSPE ini sifatnya baru survei pendahuluan. Pengeboran nanti akan dilakukan setelah ada hasil survei yang memastikan tidak menyentuh kawasan sakral maupun hutan konservasi. Semua tahapan dilakukan secara transparan dan partisipatif," ujar Eniya.
Baca juga: Terapkan Teknologi Geothermal Dry House, Pertamina Bawa Kopi Kamojang Tembus Pasar Asia dan Eropa
Kementerian ESDM memastikan bahwa kegiatan PSPE di Jenawi belum akan dilaksanakan sebelum seluruh proses audiensi dan sosialisasi dengan masyarakat serta pemangku kepentingan selesai.