JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera) agar ditata ulang dalam kurun dua tahun.
Pasalnya, UU Tapera dianggap bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dilakukan penataan ulang sebagaimana amanat Pasal 124 UU Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Dengan demikian, Tapera bukan termasuk dalam kategori pungutan lain yang bersifat memaksa sebagaimana maksud Pasal 23A UUD NRI Tahun 1945 ataupun dalam kategori pungutan resmi lainnya.
Untuk itu, BP Tapera tengah menggodok contractual savings for housing (CSH) yang bersifat sukarela berbasis investasi.
Baca juga: Masyarakat yang Ikut Contractual Saving Dapat Kepastian Antrean Beli Rumah
"Ini lagi kita rumuskan, tadi juga sudah kita bahas dengan teman-teman di sela-sela kesibukan saya mendampingi Pak Menteri (Maruarar Sirait) untuk roadshow terkait dengan KUR (Kredit Usaha Rakyat) Perumahan dan FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) di berbagai daerah, itu juga kita diskusikan," jelas Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho, beberapa waktu lalu.
Konsep ini pun telah dipresentasikan BP Tapera kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bahkan sudah masuk tahap finalisasi.
Namun demikian, BP Tapera akan mendengarkan pendapat para expert (pakar) dari sisi pembiayaan, pasar, maupun ekosistem perumahan.
Dengan demikian, skema ini akan terus dikembangkan dalam rangka pengembangan model bisnis Tapera pasca keputusan MK.
Heru berharap, konsep ini bisa menjadi model bisnis operasional BP Tapera ke depan, sekaligus menjadi bagian dari solusi pembiayaan murah jangka panjang.
Kendati demikian, Pengamat Properti Panangian Simanungkalit menilai agar tidak sampai dua tahun untuk memutuskan agar CSH dibuat.
Baca juga: Tak Cuma ASN, Contractual Savings Rumah Bisa untuk Semua Kalangan
"Tidak boleh lama-lama. Yes or no-nya (ya atau tidaknya) itu, ambil keputusan itu tidak perlu harus bertahun-tahun. Jadi cukup misalnya 6 bulan, setahun. Ini paling lama lah," jelas Panangian saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (1/11/2025).
Sejauh ini, Panangian menilai, konsep tersebut bagus untuk dijalankan selama sifatnya bukaan paksaan dan cocok bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
"Tapi kenyataannya di masyarakat Indonesia, semakin tinggi pendidikan biasanya, dia semakin mandiri mengelola dananya. Tidak perlu dia diajarin ayam bertelur, tiap hari sudah bertelur," candanya.
Konsep ini pun akan lebih bagus jika BP Tapera bisa memikirkan sektor informal. Sebab, hal inilah menjadi kelemahan housing finance (pembiayaan perumahan) di Indonesia.
"Tapi itu orang-orang yang perlu ditolong orang-orang yang tidak punya akses ke bank. Mereka kan tidak bankable karena bank tidak melihat adanya satu jaminan penghasilan yang rutin," tegas Panangian.
"Kalau memang tapera bisa masuk situ (BP Tapera), itu luar biasa itu," tandas dia.
Baca juga: Jerman, Perancis, dan Vietnam Jadi Rujukan Contractual Saving for Housings
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang