Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lahir 1312 dan ACAB, Mengapa Polisi Kerap Dimusuhi Masyarakat di Berbagai Negara?

Kompas.com - 30/08/2025, 15:30 WIB
Rheandita Vella Aresta,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Masyarakat menggelar aksi unjuk rasa pada 28-29 Agustus 2025 di sejumlah titik, termasuk di kompleks Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat.

Setelah insiden tragis yang menewaskan driver ojek online (ojol) Affan Kurniawan, media sosial khususnya X dipenuhi slogan ACAB dan kode 1312.

Kedua istilah tersebut merupakan simbol perlawanan global yang merupakan singkatan dari All Corps Are Bastards.

Ungkapan yang terbentuk sejak awal abad ke-20 tersebut digunakan oleh masyarakat internasional untuk menunjukkan perlawanan terhadap tindakan represif aparat keamanan, dikutip dari Kompas.com, Sabtu (30/8/2025).

Adapun kode numerik 1312 merupakan bentuk angka sebagai perhalusan dari ACAB, sesuai dengan urutan alfabet: A=1, C=3, A=1, B=2.

Mengingat istilah ini sudah digunakan sejak lama dan lahir di luar Indonesia, lantas, kenapa polisi kerap dimusuhi oleh masyarakat dunia?

Baca juga: Ramai Kode ACAB dan 1312 Seusai Rantis Brimob Lindas Driver Ojol, Apa Itu?


Istilah untuk gambarkan kemunafikan aparat

Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS), Drajat Tri Kartono, menjelaskan bahwa istilah ACAB dan 1312 sudah muncul sejak tahun 1920-an di Eropa.

Ia menjelaskan, pada saat itu polisi bisa dianggap sebagai tokoh munafik yang bisa mengamankan kepentingan mereka sendiri.

Sebab, dalam kisah paling awal, terdapat penjahat yang merasa dikhianati oleh polisi yang menggunakan jasanya tetapi tetap memenjarakannya pada akhirnya.

Drajat menambahkan, pada saat itu, penindasan kelas pekerja umumnya dianggap dilakukan oleh kelompok borjouis atau kapitalis.

Namun, sederet kejadian menyangkut polisi juga membuat masyarakat mempersepsikannya sebagai penindas, ditandai dengan lahirnya slogan ACAB itu.

"Masyarakat merasa, ternyata polisi ini bisa menjadi penindas juga yang pura-pura menerapkan peraturan tetapi ternyata digunakan untuk keuntungannya sendiri," terang Drajat kepada Kompas.com, Sabtu (30/8/2025).

Hal ini membuat masyarakat tidak percaya lagi terhadap institusi kepolisian.

Selain itu, kata dia, masyarakat dunia juga mengkritik standar ganda yang dilakukan polisi, yaitu menjadi pelindung dari pengusaha besar dan tokoh tertentu.

"Karena memang dari semua institusi, yang paling berhadapan dengan masyarakat secara langsung itu polisi," ujar Drajat.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau