"Jadi, polisi harus sadar betul kalau dia sampai mencederai masyarakat, reaksinya akan luar biasa," sambung dia.
Baca juga: 300 Personel Baret Jingga dan Ungu Sambangi Kwitang, Apa Arti Warna Baret TNI?
Selanjutnya, Drajat mengakui bahwa polisi memiliki tugas yang lebih berat dibandingkan koleganya, misalnya AU, AD, dan AL.
Sebab, mereka sebenarnya memiliki hak yang sama untuk melakukan kekerasan dan memegang senjata pembunuh, seperti bom, pistol, dan lain sebagainya. Namun, fungsi polisi adalah menertibkan dan mengamankan masyarakat.
"Sehingga, yang dihadapi polisi bukan musuh. Kalau tentara yang dihadapi musuh, jadi kalau dia harus memukul, itu kewajibannya. Tapi polisi diharapkan menjaga masyarakat," papar Drajat.
"Masyarakat yang ia tertibkan dan jamin keamanannya bukanlah musuh, tetapi customer yang harus ia layani," lanjutnya.
Dia juga menyoroti bahwa polisi sering memiliki posisi yang tidak jelas atau harus melakukan hal yang bukan tugasnya.
Misalnya polisi bertugas menertibkan lalu lintas, tetapi kadang harus mengamankan sesuatu yang bukan tugas dia, misal mengawal DPR.
"Dalam operasi di lapangan, polisi seharusnya mengamankan masyarakat, tetapi faktanya ketika menghadapi massa besar, dia melempar gas air mata, menembak peluru karet," kata dia.
Menurut Drajat, tindakan polisi yang memposisikan masyarakat sebagai "musuh" itulah yang membuat jarak antara keduanya semakin jauh.
"Memang ada orang jahat yang harus dihadapi, tetapi jangan sampai orang-orang tidak bersalah, mereka yang hanya menyampaikan kritik, diperlakukan sebagai orang jahat," ungkap dia.
Drajat menutup bahwa kecerdasan atau fungsi intelijen terkait dengan relasi masyarakat penting dimiliki oleh aparat kepolisian.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini