KOMPAS.com - Dari tempat persembunyiannya di Venezuela, Maria Corina Machado menerima kabar bahwa ia resmi meraih Nobel Perdamaian 2025.
Perempuan yang dijuluki "Iron Lady" ini diakui dunia atas perjuangannya melawan otoritarianisme Nicolas Maduro dan usahanya menjaga nyala demokrasi di tengah represi.
Komite Nobel menyebut penghargaan itu diberikan “kepada perempuan yang menjaga api demokrasi di tengah kegelapan yang kian pekat,” dikutip dari Al Jazeera, Jumat (10/10/2025).
Baca juga: Trump Dinominasikan untuk Nobel Perdamaian, Apa Kriteria Nominasi Hadiah Tersebut?
Pengakuan itu menandai babak baru bagi Machado, yang selama bertahun-tahun menjadi simbol perlawanan sipil di Venezuela.
Lantas, siapa sebenarnya Maria Corina Machado dan bagaimana sepak terjangnya sebagai aktivis di Venezuela?
Machado bukan politisi yang muncul tiba-tiba. Ia lahir di Caracas pada 1967, dan mulai dikenal publik pada awal 2000-an ketika ikut mendirikan organisasi sipil Sumate.
Kala itu, organisasi Sumate merupakan wadah relawan yang mendorong transparansi pemilu di Venezuela. Pada tahun 2002, organisasi itu memimpin referendum untuk mencabut mandat Presiden Hugo Chavez.
Langkah itu membuat Machado dituduh melakukan pengkhianatan. Sejak saat itu, hidupnya berubah.
Ia mulai menerima ancaman pembunuhan, sedangkan anak-anaknya harus dikirim ke luar negeri demi keselamatan.
Namun perempuan itu tidak mundur. Ia terus berbicara tentang demokrasi, transparansi, dan hak asasi manusia, hingga kemudian mendirikan partai Vente Venezuela.
Partai tersebut merupakan salah satu kekuatan oposisi yang paling lantang terhadap rezim Chavez dan penerusnya, Nicolas Maduro.
Baca juga: 3 Ilmuwan Raih Nobel atas Penemuan Mengapa Sistem Imun Tak Menghancurkan Tubuh Sendiri
Pada 2023, Machado memenangkan pemilihan pendahuluan oposisi secara telak. Harapan rakyat Venezuela tumbuh, seolah ada peluang baru untuk menantang kekuasaan Maduro.
Namun setahun kemudian, Mahkamah Agung yang dikuasai pemerintah mengukuhkan larangan bagi dirinya untuk mencalonkan diri. Tuduhannya beragam: mendukung sanksi Amerika Serikat, terlibat korupsi, dan merugikan aset negara di luar negeri.
Machado menolak semua tuduhan itu. Ketika kursinya digantikan oleh Edmundo Gonzalez, ia tetap turun ke jalan, berpidato di atas truk, dan memimpin kampanye dari kota ke kota.
"Sama seperti saat kami membutuhkan waktu lama untuk meraih kemenangan pemilu, kini kami memasuki tahap yang harus dijalani hari demi hari. Tapi kami tak pernah sekuat hari ini," ujarnya di Caracas sebelum akhirnya ditangkap sementara.
Baca juga: PM Israel Netanyahu Nominasikan Trump Hadiah Nobel Perdamaian