BANDUNG, KOMPAS.com - Di tengah dinamika kehidupan bangsa yang penuh perbedaan pandangan politik, gesekan sosial, hingga krisis moral, nilai-nilai spiritual menjadi semakin penting.
Kepala Biro AUPK sekaligus Plt Kepala Biro A2KK UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Ajam Mustajam menjelaskan, sejak lama ulama nusantara menanamkan prinsip “hubbul wathan minal iman” atau cinta tanah air adalah bagian dari iman.
Nilai itu, katanya, masih relevan hingga hari ini.
“Di era modern, cinta tanah air tidak lagi diukur dari angkat senjata, tetapi dari kesediaan menjaga moral publik, melindungi lingkungan, menghargai perbedaan, dan menegakkan keadilan sosial,” ujar Ajam dalam rilis yang diterima Kompas.com, Jumat (5/9/2025).
Baca juga: Tradisi Unik Maulid Nabi di Lumajang, Warga Berebut Gayung hingga Panci
Pada hari Maulid Nabi ini Azam mengingatkan tradisi zikir dan shalawat memiliki peran vital dalam menjaga keutuhan bangsa.
Zikir dan shalawat, bukan hanya ritual keagamaan, tetapi ekspresi sosial-spiritual yang menyalakan kesadaran kebangsaan.
“Tradisi ini menyatukan, meneduhkan, dan mengingatkan bahwa bangsa berdiri bukan hanya di atas kontrak politik, tetapi juga ikatan nilai dan doa,” ujar Ajam.
Menurut Ajam, meneladani Rasulullah SAW berarti menghadirkan kasih sayang, keadilan, dan penghormatan pada keberagaman dalam kehidupan berbangsa. Ia menegaskan, cinta Rasul menjadi fondasi moral dan etika publik.
“Seorang pemimpin yang mencintai Nabi akan meneladani amanah dan kejujuran. Seorang rakyat yang mencintai Nabi akan meneladani kesabaran dan ketekunan bekerja,” ungkap dia.
Sejarah juga mencatat, para ulama nusantara menjadikan cinta Rasul sebagai energi perjuangan.
KH Hasyim Asy’ari, misalnya, memobilisasi resolusi jihad dengan semangat membela tanah air sebagai wujud cinta kepada Nabi.
Baca juga: Keraton Yogyakarta Gelar Grebeg Maulud, Gunungan Brama Keluar 8 Tahun Sekali
Bagi Ajam, majelis dzikir dan salawat mampu menghadirkan ruang kebersamaan lintas golongan. Di sana, orang dari berbagai latar belakang duduk bersisian tanpa sekat sosial maupun politik.
“Zikir menenangkan jiwa, shalawat menyatukan hati. Keduanya melahirkan energi spiritual yang dapat merajut kebhinekaan,” tuturnya.
Menurutnya, bangsa Indonesia yang majemuk hanya bisa bertahan dengan dasar spiritual yang kokoh. Politik, ekonomi, dan hukum semata tidak cukup tanpa nilai spiritual yang menyatukan.
Ajam menekankan, cinta Rasul dan cinta Tanah Air merupakan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Melalui zikir dan shalawat, keduanya menyatu dalam ikatan spiritual dan kebangsaan.
“Bangsa yang berzikir adalah bangsa yang sadar diri. Bangsa yang bershalawat adalah bangsa yang penuh cinta. Dan bangsa yang menjaga cinta Rasul serta cinta tanah air adalah bangsa yang mampu merajut kebhinekaan menjadi peradaban,” pungkasnya.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini