GORONTALO, KOMPAS.com - Tradisi dalam memperingati hari Maulid Nabi Muhammad di Gorontalo terasa spesial dengan adanya Dikili.
Dikili merupakan tradisi lisan masyarakat Gorontalo yang dilantunkan bersahut-sahutan antara masjid-masjid, khususnya di Kabupaten Boalemo.
Lantunan Dikili mulai terdengar usai shalat isya.
Diawali oleh seorang imam masjid desa yang memimpin mohaulu atau doa arwah, membuka dengan ucapan bismillah dan mulai melafalkan surat-surat pendek Alquran.
Suasana khusyuk sangat terasa, jemaah masjid yang hadir pun mengikuti.
Suasana semakin khusyuk saat imam menambahkan alama (kemenyan) dalam bara api yang diwadahi polutube (gerabah yang menyerupai gelas goblet), asap harus semerbak seketika keluar dari bara api.
Baca juga: Kemeriahan Maulid di Bangkalan, Tradisi Tabur Uang Jadi Rebutan Warga
Mata anak-anak yang ikut berdoa spontan tertuju pada polutube yang mengeluarkan asap putih tebal ini.
“Pelaksanaan dikili dilakukan sehabis shalat isya, kami berkumpul melakukan tahlil dan berdoa,” kata Mansur Kiyai Martam, seorang penyuluh Agama Islam di Kabupaten Boalemo, Minggu (7/9/2025).
Dalam lingkaran doa ini tersaji sejumlah penganan ringan, pisang dan kue.
Di luar masjid, alikusu (gerbang yang dibuat dari bambu kuning) dihias janur atau daun kelapa muda.
Hiasan janur juga terdapat di dalam masjid.
Ruang masjid biasanya juga dibangun bulita atau struktur ruang yang digunakan untuk para tetamu, terutama tempat imam, bate (pemangku adat), dan umara (pemimpin wilayah).
Mansur menjelaskan bahwa dalam tradisi masyarakat Gorontalo, pemimpin doa berbeda penyebutannya sesuai tingkat atau hierarki pemerintah.
Di wilayah desa yang dipimpin Tawudaa atau di kecamatan yang dipimpin Wuleya, lo lipu doa dipimpin imamu (imam).
Baca juga: Tradisi Malam Cocoghen, Cara Masyarakat Madura Rayakan Maulid Nabi
Sedangkan di kabupaten atau kota yang diperintah Tauwa, lo lipu doa dipimpin seorang kadhi atau biasa disebut tuan kadhi.