Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenperin Ungkap Anomali Industri Tekstil: Produsen Minta Proteksi, tapi Lonjakan Impornya 239 Persen

Kompas.com - 24/08/2025, 18:27 WIB
Suparjo Ramalan ,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyoroti anomali kinerja industri tekstil yang tergabung dalam Asosiasi Produsen Benang Serat dan Filamen Indonesia (APSyFI).

Asosiasi gencar meminta pembatasan impor demi melindungi industri nasional. Namun data Kemenperin menunjukkan impor justru melonjak tajam dilakukan oleh anggota APSyFI sendiri.

Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief, mengungkapkan impor benang dan kain oleh perusahaan anggota APSyFI meningkat lebih dari 239 persen dalam setahun. Dari 14,07 juta kilogram pada 2024 naik menjadi 47,88 juta kilogram pada 2025.

Baca juga: Pelaku Industri Tekstil Perlu Jaga Iklim Usaha untuk Tarik Investasi

Menurut Febri, lonjakan terjadi karena beberapa perusahaan memanfaatkan fasilitas kawasan berikat dan Angka Pengenal Importir (API) Umum.

Kawasan berikat memberi pembebasan bea masuk karena produksinya untuk ekspor. Sementara API Umum memungkinkan impor dalam jumlah besar.

“Ada anggota APSyFI yang memanfaatkan fasilitas kawasan berikat maupun API Umum sehingga bebas melakukan impor besar-besaran. Di satu sisi, mereka menuntut proteksi, namun di sisi lain aktif menjadi importir. Ini jelas kontradiktif dengan semangat kemandirian industri,” ujar Febri melalui keterangan pers yang diterima Kompas.com, Minggu (24/8/2025).

Kemenperin juga menyoroti lemahnya kepatuhan administratif. Dari 20 perusahaan anggota APSyFI, hanya 15 yang melaporkan aktivitas industrinya ke Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas). Lima perusahaan sama sekali tidak melaporkan kinerja.

“Masih ada perusahaan besar anggota APSyFI yang tidak melaporkan kinerjanya sama sekali. Padahal, kewajiban pelaporan ini adalah bentuk akuntabilitas industri kepada negara. Minimnya komitmen administratif justru melemahkan posisi asosiasi yang mengklaim sebagai garda depan tekstil nasional,” ucap Febri.

Baca juga: Tekstil Masih Tertekan, Laba Bersih Chemstar Indonesia (CHEM) Susut 69,7 Persen

Ia menambahkan pemerintah sudah memberi banyak instrumen proteksi.

Mulai dari Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) Polyester Staple Fiber (PSF) hingga 2027, BMAD Spin Drawn Yarn (SDY) hingga 2025, Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) Benang dari Serat Sintetis hingga 2026, sampai BMTP Kain hingga 2027.

Kondisi ini membuat anggota APSyFI menikmati dua keuntungan sekaligus. Proteksi tarif sekaligus fasilitas impor. Namun, tidak diikuti investasi baru atau modernisasi teknologi.

Halaman:


Terkini Lainnya
Purbaya Tawarkan Pemda hingga BUMD Ajukan Pinjaman ke Pusat dengan Bunga Rendah 0,5 Persen
Purbaya Tawarkan Pemda hingga BUMD Ajukan Pinjaman ke Pusat dengan Bunga Rendah 0,5 Persen
Keuangan
Nilai Tukar Petani dan Nelayan Kompak Turun Pada Oktober 2025, Apa Penyebabnya?
Nilai Tukar Petani dan Nelayan Kompak Turun Pada Oktober 2025, Apa Penyebabnya?
Ekbis
Benarkah Hino Milik Toyota?
Benarkah Hino Milik Toyota?
Ekbis
Purbaya Soroti Lambatnya Penyerapan Dana oleh BTN, Sektor Perumahan Dinilai Masih Lesu
Purbaya Soroti Lambatnya Penyerapan Dana oleh BTN, Sektor Perumahan Dinilai Masih Lesu
Ekbis
Tak Mau Anak Magang Dieksploitasi, Ini Arahan Menaker
Tak Mau Anak Magang Dieksploitasi, Ini Arahan Menaker
Ekbis
Purbaya: Saya Undang Investor Asing, tapi Tidak Akan Memohon-Mohon
Purbaya: Saya Undang Investor Asing, tapi Tidak Akan Memohon-Mohon
Ekbis
Inflasi Oktober 2025 Capai 0,28 Persen, Disumbang Emas Perhiasan dan Cabai Merah
Inflasi Oktober 2025 Capai 0,28 Persen, Disumbang Emas Perhiasan dan Cabai Merah
Ekbis
Neraca Dagang Indonesia Surplus 4,34 Miliar Dollar AS pada September 2025
Neraca Dagang Indonesia Surplus 4,34 Miliar Dollar AS pada September 2025
Ekbis
Perkuat Peran di IKN, PT PP Teken Kontrak Pembangunan Jalan Kawasan Yudikatif Senilai Rp 1,97 Triliun
Perkuat Peran di IKN, PT PP Teken Kontrak Pembangunan Jalan Kawasan Yudikatif Senilai Rp 1,97 Triliun
Industri
OJK Ungkap Tantangan Pengembangan Industri Keuangan Syariah, Mulai Permodalan hingga Diversifikasi Produk
OJK Ungkap Tantangan Pengembangan Industri Keuangan Syariah, Mulai Permodalan hingga Diversifikasi Produk
Ekbis
Pabrik Asia Lesu, Dampak Tarif dan Lemahnya Permintaan AS Mulai Terasa
Pabrik Asia Lesu, Dampak Tarif dan Lemahnya Permintaan AS Mulai Terasa
Ekbis
Purbaya dan DPD Bahas Arah Kebijakan Fiskal dan Penguatan Daerah
Purbaya dan DPD Bahas Arah Kebijakan Fiskal dan Penguatan Daerah
Ekbis
Rupiah Melemah di Awal Pekan, Dihantui Kenaikan Inflasi dan Surplus Dagang Menyusut
Rupiah Melemah di Awal Pekan, Dihantui Kenaikan Inflasi dan Surplus Dagang Menyusut
Ekbis
Harga Referensi Biji Kakao Turun 14,5 Persen, Imbas Suplai Melimpah
Harga Referensi Biji Kakao Turun 14,5 Persen, Imbas Suplai Melimpah
Ekbis
Harga Emas Antam Melorot di Perdagangan Hari Ini, Turun Jadi Rp 2,27 Juta Per Gram
Harga Emas Antam Melorot di Perdagangan Hari Ini, Turun Jadi Rp 2,27 Juta Per Gram
Ekbis
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau