KOMPAS.com – Bupati Pati, Jawa Tengah, Sudewo, dilempari sandal oleh massa saat menemui demonstran yang menuntut dirinya mundur dari jabatan pada Rabu (13/8/2025).
Namun, gelombang protes yang melibatkan pelemparan alas kaki seperti demikian bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya, Presiden Kenya William Ruto juga mengalami insiden serupa hingga menjadi sorotan sejumlah media internasional.
Sebagaimana diberitakan DW, Selasa (6/5/2025), Ruto dilempari sepatu oleh para demonstran yang kecewa atas tingginya biaya hidup di Kenya.
Baca juga: Ribuan Warga Israel Demo di Tel Aviv, Minta Netanyahu Setop Perang di Gaza
Peristiwa itu terjadi pada Minggu (4/5/2025) di Kehancha, Kabupaten Migori, Kenya, saat Ruto berbicara tentang upaya pemerintah menurunkan biaya hidup — isu yang menjadi tuntutan masyarakat.
Namun, dalam video yang beredar di media sosial, sebuah sepatu tampak terlempar ke arah Ruto sebelum berhasil ditangkis oleh lengannya, sehingga ia tidak mengalami luka dan tetap melanjutkan pidatonya.
“Kita sudah bilang kita menurunkan harga pupuk, betul atau tidak?” ucap Ruto sesaat setelah insiden, sementara sepatu yang ia tepis jatuh menimbulkan debu.
Menteri Dalam Negeri Kenya, Kipchumba Murkomen, mengonfirmasi bahwa tiga orang telah ditangkap terkait kejadian tersebut. Pemerintah juga mengecam aksi ini.
“Bagaimana kalau kita semua memutuskan untuk saling lempar sepatu? Nilai apa yang kita ajarkan pada anak-anak?” tulis juru bicara pemerintah Isaac Mwaura di media sosial.
Insiden ini terjadi di tengah naiknya harga kebutuhan pokok seperti minyak goreng, gula, dan bahan bakar, diperparah dengan kebijakan pajak baru yang memberatkan masyarakat berpenghasilan rendah.
Baca juga: Warga AS Demo Trump, Serukan Amerika Setop Serang Iran
“Kami lelah dengan janji-janji. Hidup makin sulit, kami butuh solusi, bukan kata-kata,” kata warga lokal Maureen Mwihaki.
Sementara itu, pemilik usaha kecil Brian Njuguna Mwangi menilai lemparan sepatu itu simbol perlawanan.
“Itu bukan sekadar sepatu, itu peringatan. Saya tidak mendukung kekerasan, tapi ini wake-up call agar pemimpin mau mendengar rakyat,” ujarnya.
Pengamat politik Virginia Wanjiru menyebut aksi itu sebagai “cermin dari kemarahan yang terpendam”.
Menurutnya, pemerintah seharusnya melihat kejadian ini sebagai tanda adanya keresahan sosial yang mendalam, bukan sekadar pelanggaran disiplin.