KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mengonfirmasi bahwa dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek kereta cepat Jakarta–Bandung atau Whoosh telah masuk tahap penyelidikan.
Pengumuman ini memperkuat sorotan publik terhadap proyek infrastruktur besar yang sejak awal pembangunannya tidak lepas dari kontroversi.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyampaikan bahwa lembaganya telah mengambil langkah konkret.
Baca juga: Jokowi Sebut Peralihan dari Mobil Pribadi ke Kereta Whoosh Butuh Enam Tahun
“Saat ini sudah pada tahap penyelidikan ya,” ujarnya di Jakarta, Senin (27/10/2025).
Asep menegaskan, penyelidikan dilakukan secara tertutup sesuai dengan prosedur yang berlaku di KPK.
Isu dugaan korupsi dalam proyek Whoosh pertama kali mencuat setelah mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan perbedaan mencolok antara biaya pembangunan proyek di Indonesia dan di China.
Dalam video yang diunggah di kanal YouTube pribadinya pada 14 Oktober 2025, Mahfud menyoroti adanya indikasi penggelembungan anggaran atau mark up.
“Menurut perhitungan pihak Indonesia, biaya per satu kilometer kereta Whoosh itu 52 juta dolar Amerika Serikat. Akan tetapi, di China sendiri, hitungannya 17–18 juta dolar AS. Naik tiga kali lipat,” kata Mahfud.
Baca juga: Whoosh Jakarta-Bandung, Jokowi Ajak Masyarakat Bersyukur: Bukan Soal Untung-Rugi
Ia juga mempertanyakan ke mana perbedaan dana tersebut mengalir.
“Ini siapa yang menaikkan? Uangnya ke mana? Naik tiga kali lipat. 17 juta dolar AS per kilometernya menjadi 52 juta dolar AS di Indonesia. Nah itu mark up. Harus diteliti siapa yang dulu melakukan ini.”
Tak lama setelah pernyataan Mahfud beredar luas, KPK mengimbau Mahfud untuk membuat laporan resmi agar proses hukum dapat berjalan sesuai prosedur.
Namun, Mahfud menilai permintaan tersebut tidak sejalan dengan prinsip hukum pidana. Dalam cuitannya di akun media sosial X (@mohmahfudmd) pada 18 Oktober 2025.
“Di dalam hukum pidana, jika ada informasi tentang dugaan peristiwa pidana, mestinya aparat penegak hukum langsung menyelidiki, bukan minta laporan. Bisa juga memanggil sumber info untuk dimintai keterangan," tulis Mahfud.
Baca juga: Jokowi: Kereta Cepat Whoosh Bukan untuk Cari Laba, tapi Investasi Sosial
Pernyataan Mahfud ini sempat menimbulkan perdebatan publik mengenai mekanisme penanganan laporan dugaan korupsi di Indonesia.
Namun, pada 21 Oktober 2025, KPK menegaskan bahwa mereka tidak akan menunggu laporan Mahfud untuk memulai penyelidikan. Lembaga antirasuah tersebut memastikan langkah investigasi tetap berjalan secara independen.