GAZA, KOMPAS.com – Krisis kelaparan yang memburuk di Gaza telah menewaskan puluhan warga sipil hanya dalam waktu lima minggu terakhir.
Menurut laporan otoritas kesehatan setempat, sebanyak enam orang meninggal dunia pada Minggu (3/8/2025) akibat kekurangan gizi. Dengan demikian, jumlah korban dewasa yang tewas akibat kelaparan dalam lima pekan terakhir telah mencapai 82 orang.
Lebih mengkhawatirkan lagi, jumlah anak-anak yang meninggal akibat kondisi serupa kini telah menyentuh angka 93 sejak awal perang Israel-Hamas berlangsung hampir dua tahun lalu.
Baca juga: Kelaparan di Gaza: Berapa Lama Manusia Bisa Bertahan Tanpa Makan?
Keterbatasan akses bantuan kemanusiaan ke Gaza menjadi faktor utama memburuknya situasi ini.
Sejak pecahnya perang, Israel memberlakukan pembatasan ketat terhadap masuknya makanan, obat-obatan, dan barang kebutuhan dasar dengan alasan keamanan.
“Ini salah satu cara membunuh yang paling tidak bermartabat dan biadab. Kelaparan selalu dilakukan oleh satu orang kepada orang lain. Tujuannya adalah untuk berlarut-larut dan memaksimalkan penderitaan,” ujar dr Smith, dikutip dari Al Jazeera, Senin (4/8/2025).
Menurutnya, tubuh manusia akan mulai memecah otot dan jaringan untuk mempertahankan fungsi dasar pada tahap awal kelaparan.
Metabolisme menurun, suhu tubuh sulit dikendalikan, dan fungsi ginjal terganggu. Dalam konteks Gaza, sistem kekebalan tubuh pun melemah drastis.
“Tubuh kehilangan kemampuan melawan penyakit yang sebenarnya bisa diatasi, seperti diare, infeksi saluran napas, atau luka trauma. Malnutrisi lalu dipersulit oleh infeksi, dan itulah yang sering menyebabkan kematian,” jelasnya.
Jika kelaparan terus berlangsung, organ vital seperti jantung dan paru-paru akan melemah, otot menyusut, hingga akhirnya kematian terjadi akibat kerusakan jaringan tubuh secara menyeluruh.
Baca juga: Di Tengah Kelaparan Gaza, Israel Cegat 22.000 Truk Bantuan Masuk
“Seorang anak akan meninggal lebih awal karena kehilangan otot dan lemak terjadi hampir seketika,” ujar dr Ghassan Abu-Sittah, ahli bedah Palestina-Inggris yang pernah bertugas selama 43 hari di Gaza.
Ia menyampaikan bahwa saat ini ribuan anak yatim piatu berkeliaran tanpa ada yang memberi makan atau menjaga mereka.
“Tidak ada yang mempertaruhkan nyawa untuk mendapatkan makanan bagi anak-anak ini. Mereka lebih cepat meninggal,” katanya.