KOMPAS.com - Parlemen Eropa telah menyetujui langkah-langkah baru untuk mengurangi limbah makanan di seluruh Uni Eropa dan mewajibkan produsen tekstil membayar lebih untuk biaya daur ulang.
Hal tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan pemberlakuan persyaratan Tanggung Jawab Produsen yang Diperluas (Extended Producer Responsibility/EPR) baru bagi produsen tekstil selama beberapa tahun, bersamaan dengan persyaratan baru bagi negara-negara anggotanya untuk mengurangi limbah makanan.
Beberapa LSM lingkungan mengatakan ini merupakan langkah yang disambut baik sedangkan yang lain, mengatakan bahwa langkah-langkah tersebut tidak cukup ambisius untuk menciptakan ekonomi sirkular secara signifikan.
Melansir Edie, Rabu (10/9/2025) Parlemen telah memutuskan bahwa semua negara anggota Uni Eropa harus memperkenalkan skema EPR yang diperbarui untuk tekstil paling lambat musim panas 2028.
Perusahaan mikro akan diberikan waktu tambahan satu tahun untuk memenuhinya.
Baca juga: Ekonomi Global Kurang Sirkular Meski Upaya Daur Ulang Meningkat
Skema EPR mewajibkan produsen untuk membayar sebagian biaya daur ulang atau pengelolaan limbah lain yang sesuai.
Skema EPR untuk setiap negara harus mencakup pakaian dan aksesori, topi, alas kaki, selimut, seprai dan linen dapur, serta gorden. Negara-negara akan didorong untuk menyertakan kasur dalam skema ini, tetapi tidak diwajibkan.
Aturan EPR akan berlaku untuk semua produsen tekstil, termasuk mereka yang menggunakan alat e-commerce dan tidak peduli apakah mereka berdomisili di negara Uni Eropa atau di luar Uni Eropa.
"Mengingat Uni Eropa menghasilkan lebih dari 12 juta ton limbah tekstil setiap tahun, peraturan ini akan mempercepat pergerakan menuju model bisnis sirkular dan konsumsi yang lebih berkelanjutan," kata James Beard, Kepala Kepatuhan Sukarela di Valpak.
Beard mengakui bahwa biaya tambahan dari EPR mungkin terlihat menakutkan bagi beberapa produsen, tetapi menurutnya pergeseran regulasi ini seharusnya tidak dipandang sebagai beban kepatuhan, melainkan sebagai katalisator untuk inovasi.
"Perusahaan yang bertindak lebih awal dengan memperbaiki sistem data, merancang ulang produk demi sirkularitas, dan berkolaborasi dalam rantai nilai guna ulang dan daur ulang akan berada di posisi terbaik untuk mengatasi dampak sambil menciptakan efisiensi dan peluang baru," tambahnya.
Sementara itu peraturan yang diperbarui akan memperkenalkan persyaratan yang mengikat bagi negara-negara anggota Uni Eropa untuk mengurangi limbah makanan hingga akhir tahun 2030.
Negara-negara harus mengurangi limbah makanan dari sektor pengolahan dan manufaktur sebesar 10 persen secara absolut.
Mereka juga harus mencapai pengurangan sebesar 30 persen per kapita dari sektor ritel, restoran, layanan makanan, dan rumah tangga.
Baca juga: Tekstil Hijau dari Kombucha, Revolusi Fesyen Ramah Lingkungan
Theresa Morsen, manajer kebijakan dari Zero Waste Europe, mengatakan bahwa perancangan target-target tersebut merupakan kesempatan yang terlewatkan untuk menyelaraskan sektor pangan sepenuhnya dengan tujuan iklim Uni Eropa.
"Pada tahun 2015, Uni Eropa dan negara-negara anggotanya berkomitmen pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) PBB, termasuk poin 12.3, yaitu pengurangan limbah makanan sebesar 50 persen di seluruh rantai pasok," katanya.
"Sekarang, kita kekurangan tindakan tegas untuk memperkenalkan target yang mengikat, sementara dampak terhadap perubahan iklim, penggunaan lahan, dan air menjadi semakin menantang," paparnya lagi.
Di sisi lain UE juga tengah menjadwalkan penerbitan Undang-Undang Ekonomi Sirkular sebelum akhir tahun 2025, dengan target adopsi penuh pada tahun 2026.
Prioritas utama dari undang-undang tersebut adalah untuk membantu menciptakan pasar tunggal untuk limbah dan menumbuhkan permintaan pasar untuk bahan dan produk sekunder baik yang digunakan kembali (reused), diperbaiki (repaired), diproduksi ulang (remanufactured), maupun didaur ulang (recycled).
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya