KOMPAS.com – Kota Surabaya kembali menegaskan posisinya sebagai pionir dalam pembangunan kota berkelanjutan dengan memamerkan praktik baik pengelolaan lingkungan dalam ajang Lestari Summit and Award 2025 di Jakarta.
Mewakili komitmen kuat Pemerintah Kota Surabaya (Pemkot Surabaya), Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya, Dedik Irianto memaparkan strategi Pemkot Surabaya dalam membangun kota berkelanjutan dalam Lestari Summit and Award 2025 di Jakarta (2/10/2025).
Dedik Irianto menyampaikan, keberhasilan ini merupakan bagian integral dari Misi RPJMD 2025-2029 Pemkot Surabaya, khususnya dalam "Memantapkan Ketahanan Daerah melalui Pembangunan Infrastruktur yang Berkelanjutan" mencakup pengelolaan lingkungan hidup dan sampah.
Salah satu keberhasilan yang diraih adalah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo yang berhasil mengalihkan sampah menjadi energi listrik hingga 11 megawatt.
Narasi utama dari praktik baik Surabaya ini adalah inovasi teknologi Waste to Energy (WtE) yang terpusat di TPA Benowo. Fasilitas ini membuktikan bahwa sampah bukan hanya masalah, tetapi juga sumber energi.
TPA Benowo kini mengoperasikan dua teknologi utama yang secara total menghasilkan daya listrik sebesar 11 Mw. Teknologi pertama yakni, Gasification Power Plant yang mengolah 1.000 ton sampah per hari dan menyumbang listrik sebesar 9 megawatt.
Kedua, Landfill Gas Power Plant yang memanfaatkan gas metana (methane capture) dari sisa sampah (sekitar 500 ton fresh waste), menghasilkan tambahan 2 megawatt listrik.
Praktik baik keberlanjutan lain yang dijalankan Pemkot Surabaya yakni mendorong model komunitas guna memperkuat ekonomi sirkuler.
Baca juga: Bappenas Minta AHY Ikuti Jejak Ali Sadikin Bangun Kota Berkelanjutan
"Angka 99,13 persen sampah terkelola di Surabaya tidak hanya ditopang oleh teknologi di hilir, tetapi juga oleh penguatan upaya pengurangan dan penanganan di tingkat masyarakat," ungkap Dedik.
Dia menjelaskan, pengurangan sampah dilakukan melalui jejaring fasilitas dan program yang dikelola secara partisipatif, yakni:
Penukaran botol plastik Suroboyo Bus juga menjadi insentif yang berhasil mendorong partisipasi warga dalam daur ulang.
Hal menarik mengemuka dalam paparan Dedik Irianto yang mengungkapkan Surabaya menjadi satu-satunya wakil dari Indonesia yang masuk dalam "Top 50 Bloomberg Mayors Challenge", berkat terobosan dalam penanganan limbah popok dan pembalut sekali pakai.
"Inovasi ini berawal dari keprihatinan terhadap jutaan popok sekali pakai yang mencemari Sungai Brantas, sumber air baku bagi 3 juta warga Surabaya," ungkap Dedik.
Pemkot Surabaya mengeluarkan kebijakan, termasuk surat edaran Walikota, untuk mendorong masyarakat beralih ke produk pakai ulang.
Program ini, jelas Dedik, memberikan keunggulan yakni mengurangi mikroplastik di sungai, meningkatkan kesehatan bayi, menghemat pengeluaran masyarakat hingga 70 persen, dan memberdayakan kaum wanita dan disabilitas dalam produksi popok/pembalut pakai ulang.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya