JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mengawali tahun pertama masa kerja dengan menggelontorkan berbagai insentif dan bantuan sosial atau bansos.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, program bansos ke depannya di masa pemerintahan Prabowo-Gibran harus memperhatikan beberapa hal agar dampaknya masih terasa dan efisien.
"Pertama, perkuat penargetan dan integrasi data penerima (DTSEN) lintas program baik Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan nasional (PBI JKN), hingga Bantuan Subsidi Upah (BSU) agar kebocoran berkurang, tumpang tindih tersaring, dan nilai manfaat per penerima meningkat;" kata dia kepada Kompas.com, Selasa (21/10/2025).
Menurut dia, hal ini sejalan dengan praktik pelaksanaan bansos yang sudah mengandalkan validasi data.
Kedua, pemerintah perlu membuat skema bansos lebih countercyclical atau lebih bertujuan menstabilkan ekonomi dengan indikator pemicu seperti lonjakan harga pangan, pelemahan Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK), atau guncangan kerja region spesifik dapat memicu top-up sementara, lalu normalisasi saat indikator membaik.
"Ini selaras dengan program padat karya mesin dan Manfaat Layanan Tambahan (MLT) perumahan yang sudah berjalan," imbuh dia.
Lebih lanjut, Josua menuturkan, untuk program besar seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), pemerintah harus menjaga kualitas implementasi dengan menetapkan standar gizi dan kebersihan, pastikan pengadaan berbasis pasokan lokal seperti petani, nelayan, peternak, UMKM.
Hal tersebut perlu dilakukan agar efek multiplier ke desa dan ketahanan pangan nyata, dan berlakukan reviu berkala berbasis outcome berupa absensi, status gizi, hingga capaian belajar.
Menurut Josua, realisasi awal menunjukkan jangkauan puluhan juta penerima dan klaim daya dorong terhadap ekonomi lokal. Ini momentum untuk memperkuat tata kelola, bukan sekadar memperluas belanja.
Kelima, Josua berharap pemerintah dapat meneruskan sinergi pengendalian inflasi pangan dengan Stabilisasi Harga dan Harga Pangan (SPHP), cadangan beras pemerintah, dan subsidi tepat sasaran.
Itu bertujuan agar bansos tidak tergerus kenaikan harga. Pemerintah juga perlu menjaga jaga disiplin fiskal pada koridor defisit 3 persen agar kredibilitas kebijakan tetap kuat.
"Dengan kombinasi penargetan tajam, desain yang produktif, serta koordinasi moneter-fiskal yang solid, bansos tidak hanya menahan pelemahan konsumsi jangka pendek, tetapi juga menyiapkan dampak yang lebih tahan lama terhadap kesempatan kerja, kualitas SDM, dan prospek pertumbuhan," ucap dia.
Dihubungi secara terpisah Ekonom sekaligus Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Internasional Indonesia Teguh Yudo Wicaksono mengatakan, bansos yang telah ada seperti Program Keuarga Harapan (PKH) dan Bantuan Subsidi Upah (BSU) sudah cukup baik.
"Menurut saya sudah saatnya pemerintah mulai melakukan ekspansi database ke penduduk kelas menengah. Bantuan subsidi upah dan dukungan untuk sektor-sektor yang terdampak oleh kebijakan efisiensi pemerintah perlu diperbesar," tutur dia.
Teguh bilang, sektor tekstil, pariwisata, dan perhotelan merupakan sektor yang terkena langsung dampak dari efisiensi pemerintah. Dalam hal ini pemerintah perlu menjaga stabilitas daya beli dan lapangan pekerjaan di sektor-sektor ini.
Ke depannya bansos juga perlu difokuskan pada kelompok rentan yang paling sensitif terhadap harga kebutuhan pokok, terutama masyarakat yang di perkotaan, pekerja informal, dan masyarakat yang memiliki upah rendah.
Selanjutnya, dengan adanya bansos sejumlah data menunjukkan proporsi belanja kebutuhan sehari-hari seperti restaurant, supermarket, atau groceries meningkat.
"Artinya, pemberian bantuan sosial pangan atau transportasi akan lebih tepat sasaran daripada diskon atau insentif yang bersifat umum," terang dia.
Tegus berharap, pemerintah perlu menggunakan data terkini dan dari berbagai sumber ketimbang mengandalkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang seringkali belum termutakhir.
Adapun, menurut Teguh, bantuan terbaik dalam saat ini ada dukungan dalam penciptaan lapangan pekerjaan. Oleh karena itu pemerintah perlu bekerja sama dengan dunia usaha untuk menyelaraskan bansos dengan stimulus kredit dan pasar tenaga kerja.
"Misalnya perlu ada kebijakan yang dapat memadukan BSU dengan insentif pelatihan atau penempatan kerja dan dukungan pembiayaan UMKM melalui penyaluran likuiditas termasuk opsi ke bank daerah agar efek permintaan dari bansos menjembatani ke penyerapan tenaga kerja atau produksi," tutup dia.
Sebagai informasi, pemerintah pada 2025 ini menjalankan serangkaian program bansos hingga insentif mulai dari diskon listrik untuk rumah tangga daya 450–2200 VA, BSU dan insentif PPh 21 bagi pekerja sektor turisme dan pekerja industri padat karya, dan bantuan pangan 10 kg beras per keluarga peneriman manfaat (KPM) pada Oktober dan November.
Selain itu, pemerintah juga memberikan diskon iuran Jaminan Kecelakaan Kerja/Jaminan Kematian (JKK/JKM) bagi pekerja non-upah di transportasi, program magang 20.000 sarjana, perluasan padat karya Kemenhub–KemenPUPR, serta fasilitas perumahan BPJS Ketenagakerjaan.
https://money.kompas.com/read/2025/10/21/150000826/setahun-prabowo-gibran--bansos-dan-insentif-dorong-konsumsi-dan-lapangan-kerja