JAKARTA, KOMPAS.com – Dampak ekonomi makro program Makan Bergizi Gratis (MBG) mungkin belum besar, namun manfaat sosialnya dinilai jauh lebih signifikan. Program unggulan Presiden Prabowo Subianto ini tak hanya memperbaiki gizi anak-anak, tapi juga membuka peluang kerja baru di berbagai sektor.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan, kontribusi MBG terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional diperkirakan sekitar 0,06 persen atau setara Rp 14 triliun.
Meski angka itu tergolong kecil, Eko menilai dampak positifnya pada kesejahteraan masyarakat patut diapresiasi.
“Kalau dilihat dari sisi ekonomi makro memang tidak besar, tapi dari sisi sosial dan pemerataan, dampaknya sangat terasa,” ujar Eko dalam program Filonomics Kompas.com, Senin (27/10/2025).
Menurut perhitungan Indef, dengan anggaran Rp 71 triliun yang terserap penuh pada 2025, MBG dapat menciptakan sekitar 290.000 lapangan kerja baru, mulai dari tenaga masak, ahli gizi, sopir, hingga petugas kebersihan.
“Kalau anggarannya terealisasi penuh, artinya sekitar 290 ribu orang bisa terserap,” kata Eko.
Lebih dari sekadar urusan ekonomi, Eko menegaskan bahwa inti program MBG adalah tujuan sosial dan kemanusiaan. Anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah kini bisa memperoleh sarapan bergizi tanpa membebani keuangan keluarga.
“Bagi keluarga ekonomi lemah, program ini sangat membantu. Uang yang biasanya untuk menyiapkan sarapan bisa dipakai untuk kebutuhan lain, karena makan paginya sudah dijamin pemerintah,” jelasnya.
Meski demikian, Indef mengingatkan agar pemerintah juga memperhatikan dampak tidak langsung dari program ini, misalnya terhadap pedagang kecil dan kantin sekolah yang kehilangan pelanggan akibat distribusi makanan gratis.
“Pemerintah perlu mengevaluasi sisi ini agar tidak ada kelompok yang dirugikan,” ujar Eko.
Ke depan, Eko menyarankan agar MBG dijalankan dengan perencanaan jangka menengah-panjang, sehingga pelaksanaannya lebih matang, berkelanjutan, dan tepat sasaran.
“Program ini penting, tapi harus direncanakan dengan baik dan dimitigasi risikonya, supaya pelaksanaannya bisa lebih smooth dan efektif,” pungkasnya.
Sebelumnya, Badan Gizi Nasional (BGN) mengembalikan anggaran Makan Bergizi Gratis (MBG) senilai Rp 70 triliun ke kas negara. Pengembalian ini sempat menimbulkan keraguan soal kemampuan pemerintah menyerap anggaran MBG tahun depan yang mencapai Rp 335 triliun.
Namun, Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Perkasa Roeslani menegaskan bahwa pengembalian tersebut bukan karena program tidak berjalan, melainkan akibat adanya penurunan bujet setelah sebagian pembangunan dapur MBG dilaksanakan oleh dunia usaha.
“Awalnya seluruh dapur MBG mau dibangun oleh BGN, tapi kemudian kami menyampaikan agar dunia usaha juga bisa ikut terlibat,” kata Rosan dalam wawancara bersama KompasTV, Senin (20/10/2025).
Ia menambahkan, banyak UMKM dan pelaku usaha daerah yang justru berperan aktif membangun Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). “Dapur-dapur ini banyak justru dibikin oleh dunia usaha. Saya tahu banget karena saya dapat laporan dari Kadin dan teman-teman Apindo,” ujarnya.
Dengan partisipasi sektor swasta tersebut, anggaran pembangunan dapur yang sebelumnya dianggarkan pemerintah menjadi tidak seluruhnya terpakai.
“Capex yang di awal itu sekarang digerakkan oleh dunia usaha di daerah, maka terjadilah penurunan bujet. Bukan bujetnya tidak terserap, tapi justru karena kita ingin menggerakkan pengusaha-pengusaha di daerah untuk ikut semua di MBG,” jelas Rosan.
Ia menegaskan, ke depan MBG diharapkan dapat meningkatkan pemerataan ekonomi di daerah melalui keterlibatan pelaku usaha lokal.
“Dengan adanya MBG ini, dunia usaha di daerah harus hidup. Diharapkan daerah bisa berkembang dan tumbuh hingga pemerataan di seluruh Indonesia itu terjadi,” pungkasnya.
https://money.kompas.com/read/2025/10/28/065544026/indef-program-makan-bergizi-gratis-dorong-gizi-anak-dan-lapangan-kerja-baru