Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

FILONOMICS: Gimana Caranya Indonesia Lepas dari Impor Pangan?

Kompas.com - 25/09/2025, 10:22 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Swasembada pangan kembali menjadi prioritas nasional di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Kemandirian pangan dianggap sebagai fondasi kekuatan negara, terutama setelah krisis global tahun 2023 yang membuat harga beras melonjak hingga rekor tertinggi sepanjang sejarah.

Namun hingga kini, Indonesia masih bergantung pada impor untuk sejumlah komoditas strategis seperti impor beras, kedelai, dan gula. Padahal, negeri ini memiliki lahan subur dan sumber daya alam yang melimpah.

Produksi Menurun, Impor Jadi Jalan Pintas

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan produksi padi nasional terus menurun. Penyebab utamanya adalah menyusutnya luas panen akibat alih fungsi lahan serta dampak perubahan iklim. Fenomena El Nino pada 2023 memperparah kondisi dengan menurunkan hasil panen secara signifikan.

Baca juga: Pemerintah Finalisasi Paket Stimulus Ekonomi 8+4+5, Ada Perubahan Bansos Pangan

Pemerintah saat itu membuka opsi impor beras. Namun, negara produsen justru menutup keran ekspornya untuk menjaga kebutuhan dalam negeri, sehingga harga beras di pasar melonjak tajam.

Ada tiga hambatan besar yang membuat Indonesia belum mandiri pangan:

  1. Berkurangnya tenaga kerja pertanian. Dalam satu dekade terakhir, jumlah pekerja dan unit usaha pertanian terus menyusut.
  2. Alih fungsi lahan. Pembangunan infrastruktur dan permukiman membuat luas panen padi semakin mengecil.
  3. Perubahan iklim. Fenomena El Nino dan La Nina menekan kualitas tanah dan produktivitas.

Mekanisasi Pertanian Jadi Kunci

Memperluas lahan pertanian semakin sulit dilakukan. Karena itu, peningkatan produktivitas menjadi satu-satunya pilihan. Penggunaan alat mesin pertanian (alsintan) modern terbukti mampu menaikkan hasil panen hingga 30–50 persen sekaligus mengurangi kehilangan hasil hingga 60 persen.

Namun, Sensus Pertanian 2023 mencatat baru sekitar 35 persen rumah tangga tani yang menggunakan alsintan modern. Rendahnya tingkat adopsi membuat kenaikan produktivitas berjalan lambat, sementara produksi beras justru menurun.

Baca juga: Mentan Yakin Swasembada Pangan Bisa Tercapai Tahun Ini, Lebih Cepat dari Target 4 Tahun

Padahal jika merujuk pada pengalaman China menunjukkan bahwa modernisasi pertanian bisa menjadi jalan keluar. Dengan jumlah petani yang berkurang lebih dari 50 persen dalam dua dekade terakhir, negara itu tetap mampu memenuhi kebutuhan pangan bagi 1,4 miliar penduduknya. Strateginya adalah subsidi besar-besaran untuk alsintan modern dan edukasi petani.

Indonesia memiliki potensi yang sama, tetapi belum ada langkah besar yang sebanding. Lantas apakah pemerintah berani mengambil kebijakan setara untuk memastikan kemandirian pangan?

Jawaban lengkap mengenai mengapa Indonesia masih bergantung impor dan bagaimana jalan menuju swasembada bisa disimak dalam episode terbaru FILONOMICS: Gimana Caranya Indonesia Lepas dari Impor Pangan? di Kanal Youtube KOMPAS.com.

Pembahasan penuh di link berikut ini: FILONOMICS: Gimana Caranya Indonesia Lepas dari Impor Pangan?

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang



Terkini Lainnya
Purbaya Tawarkan Pemda hingga BUMD Ajukan Pinjaman ke Pusat dengan Bunga Rendah 0,5 Persen
Purbaya Tawarkan Pemda hingga BUMD Ajukan Pinjaman ke Pusat dengan Bunga Rendah 0,5 Persen
Keuangan
Nilai Tukar Petani dan Nelayan Kompak Turun Pada Oktober 2025, Apa Penyebabnya?
Nilai Tukar Petani dan Nelayan Kompak Turun Pada Oktober 2025, Apa Penyebabnya?
Ekbis
Benarkah Hino Milik Toyota?
Benarkah Hino Milik Toyota?
Ekbis
Purbaya Soroti Lambatnya Penyerapan Dana oleh BTN, Sektor Perumahan Dinilai Masih Lesu
Purbaya Soroti Lambatnya Penyerapan Dana oleh BTN, Sektor Perumahan Dinilai Masih Lesu
Ekbis
Tak Mau Anak Magang Dieksploitasi, Ini Arahan Menaker
Tak Mau Anak Magang Dieksploitasi, Ini Arahan Menaker
Ekbis
Purbaya: Saya Undang Investor Asing, tapi Tidak Akan Memohon-Mohon
Purbaya: Saya Undang Investor Asing, tapi Tidak Akan Memohon-Mohon
Ekbis
Inflasi Oktober 2025 Capai 0,28 Persen, Disumbang Emas Perhiasan dan Cabai Merah
Inflasi Oktober 2025 Capai 0,28 Persen, Disumbang Emas Perhiasan dan Cabai Merah
Ekbis
Neraca Dagang Indonesia Surplus 4,34 Miliar Dollar AS pada September 2025
Neraca Dagang Indonesia Surplus 4,34 Miliar Dollar AS pada September 2025
Ekbis
Perkuat Peran di IKN, PT PP Teken Kontrak Pembangunan Jalan Kawasan Yudikatif Senilai Rp 1,97 Triliun
Perkuat Peran di IKN, PT PP Teken Kontrak Pembangunan Jalan Kawasan Yudikatif Senilai Rp 1,97 Triliun
Industri
OJK Ungkap Tantangan Pengembangan Industri Keuangan Syariah, Mulai Permodalan hingga Diversifikasi Produk
OJK Ungkap Tantangan Pengembangan Industri Keuangan Syariah, Mulai Permodalan hingga Diversifikasi Produk
Ekbis
Pabrik Asia Lesu, Dampak Tarif dan Lemahnya Permintaan AS Mulai Terasa
Pabrik Asia Lesu, Dampak Tarif dan Lemahnya Permintaan AS Mulai Terasa
Ekbis
Purbaya dan DPD Bahas Arah Kebijakan Fiskal dan Penguatan Daerah
Purbaya dan DPD Bahas Arah Kebijakan Fiskal dan Penguatan Daerah
Ekbis
Rupiah Melemah di Awal Pekan, Dihantui Kenaikan Inflasi dan Surplus Dagang Menyusut
Rupiah Melemah di Awal Pekan, Dihantui Kenaikan Inflasi dan Surplus Dagang Menyusut
Ekbis
Harga Referensi Biji Kakao Turun 14,5 Persen, Imbas Suplai Melimpah
Harga Referensi Biji Kakao Turun 14,5 Persen, Imbas Suplai Melimpah
Ekbis
Harga Emas Antam Melorot di Perdagangan Hari Ini, Turun Jadi Rp 2,27 Juta Per Gram
Harga Emas Antam Melorot di Perdagangan Hari Ini, Turun Jadi Rp 2,27 Juta Per Gram
Ekbis
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau