Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Utang Kereta Cepat Whoosh: Antara Investasi Sosial versi Jokowi dan Beban Finansial versi BUMN

Kompas.com - 28/10/2025, 06:03 WIB
Aprillia Ika

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com — Perdebatan soal utang kereta cepat Whoosh kembali mencuat setelah pemerintah menegaskan proyek kereta cepat Jakarta–Bandung (KCJB) kini menjadi tanggung jawab Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).

Di sisi lain, mantan Presiden Joko Widodo menilai pembangunan proyek kereta cepat itu sejak awal bukan untuk mencari laba, melainkan investasi sosial jangka panjang.

“Prinsip dasar transportasi massal itu layanan publik, bukan mencari laba. Jadi, transportasi umum tidak diukur dari keuntungan finansial, tetapi dari keuntungan sosial,” ujar Jokowi saat ditemui di Mangkubumen, Banjarsari, Kota Solo, Senin (27/10/2025).

Jokowi menuturkan, gagasan membangun kereta cepat Whoosh lahir dari upaya mengatasi kemacetan parah di wilayah Jabodetabek dan Bandung yang sudah berlangsung selama puluhan tahun.

“Dari kemacetan itu negara rugi secara hitung-hitungan. Kalau di Jakarta saja sekitar Rp 65 triliun per tahun, kalau Jabodetabek plus Bandung kira-kira sudah di atas Rp 100 triliun,” ujarnya.

Baca juga: Megawati Pun Tak Setuju Kereta Cepat dan Pernah Usul Ini ke Jokowi

Menurut Jokowi, kerugian ekonomi akibat kemacetan itulah yang mendorong pemerintah menghadirkan moda transportasi massal seperti KRL, MRT, LRT, dan Whoosh.

Tujuannya agar masyarakat beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum, sehingga efisiensi waktu dan produktivitas meningkat.

Selain mengurangi kemacetan, lanjut Jokowi, kereta cepat Whoosh membawa dampak sosial lain, seperti penurunan emisi karbon, peningkatan produktivitas, dan pertumbuhan ekonomi di kawasan baru.

“Contohnya kereta cepat, yang menumbuhkan titik-titik pertumbuhan ekonomi baru,” kata dia.

Baca juga: Jokowi: Kereta Cepat Whoosh Bukan untuk Cari Laba, tapi Investasi Sosial

Berapa Total Utang Kereta Cepat?

Namun, di balik manfaat sosial tersebut, beban finansial proyek ini tidak kecil. Berdasarkan pemberitaan KOMPAS.com, total utang kereta cepat Jakarta–Bandung mencapai sekitar 7,27 miliar dollar AS atau sekitar Rp 120,38 triliun (kurs Rp 16.500 per dollar AS).

Dari total itu, 75 persen dibiayai melalui pinjaman China Development Bank (CDB) dengan bunga dua persen per tahun dan tenor 40 tahun.

Seiring berjalannya waktu, biaya proyek membengkak akibat cost overrun hingga 1,2 miliar dollar AS. Tambahan utang tersebut dikenakan bunga di atas tiga persen per tahun.

“Untuk loan denominasi dollar AS bunganya 3,2 persen, sedangkan untuk renminbi atau RMB 3,1 persen,” kata Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero) Didiek Hartantyo kepada Kompas.com pada 9 Januari 2024.

Adapun pinjaman tambahan sebesar 542,7 juta dollar AS digunakan untuk menutup pembengkakan biaya yang menjadi tanggungan konsorsium Indonesia sebesar 75 persen. Sisanya dipenuhi melalui penyertaan modal negara (PMN) dari APBN.

Baca juga: Sinetron Kereta Cepat Jakarta-Bandung: Luhut Vs Purbaya

Utang Kereta Cepat Whoosh Kini di Bawah Danantara?

Dalam perkembangannya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyarankan agar utang kereta cepat Whoosh tidak lagi ditanggung pemerintah secara langsung, melainkan berada di bawah pengelolaan BPI Danantara, lembaga investasi yang menaungi sejumlah BUMN strategis, termasuk PT Kereta Api Indonesia (Persero).

Halaman:


Terkini Lainnya
Purbaya Tawarkan Pemda hingga BUMD Ajukan Pinjaman ke Pusat dengan Bunga Rendah 0,5 Persen
Purbaya Tawarkan Pemda hingga BUMD Ajukan Pinjaman ke Pusat dengan Bunga Rendah 0,5 Persen
Keuangan
Nilai Tukar Petani dan Nelayan Kompak Turun Pada Oktober 2025, Apa Penyebabnya?
Nilai Tukar Petani dan Nelayan Kompak Turun Pada Oktober 2025, Apa Penyebabnya?
Ekbis
Benarkah Hino Milik Toyota?
Benarkah Hino Milik Toyota?
Ekbis
Purbaya Soroti Lambatnya Penyerapan Dana oleh BTN, Sektor Perumahan Dinilai Masih Lesu
Purbaya Soroti Lambatnya Penyerapan Dana oleh BTN, Sektor Perumahan Dinilai Masih Lesu
Ekbis
Tak Mau Anak Magang Dieksploitasi, Ini Arahan Menaker
Tak Mau Anak Magang Dieksploitasi, Ini Arahan Menaker
Ekbis
Purbaya: Saya Undang Investor Asing, tapi Tidak Akan Memohon-Mohon
Purbaya: Saya Undang Investor Asing, tapi Tidak Akan Memohon-Mohon
Ekbis
Inflasi Oktober 2025 Capai 0,28 Persen, Disumbang Emas Perhiasan dan Cabai Merah
Inflasi Oktober 2025 Capai 0,28 Persen, Disumbang Emas Perhiasan dan Cabai Merah
Ekbis
Neraca Dagang Indonesia Surplus 4,34 Miliar Dollar AS pada September 2025
Neraca Dagang Indonesia Surplus 4,34 Miliar Dollar AS pada September 2025
Ekbis
Perkuat Peran di IKN, PT PP Teken Kontrak Pembangunan Jalan Kawasan Yudikatif Senilai Rp 1,97 Triliun
Perkuat Peran di IKN, PT PP Teken Kontrak Pembangunan Jalan Kawasan Yudikatif Senilai Rp 1,97 Triliun
Industri
OJK Ungkap Tantangan Pengembangan Industri Keuangan Syariah, Mulai Permodalan hingga Diversifikasi Produk
OJK Ungkap Tantangan Pengembangan Industri Keuangan Syariah, Mulai Permodalan hingga Diversifikasi Produk
Ekbis
Pabrik Asia Lesu, Dampak Tarif dan Lemahnya Permintaan AS Mulai Terasa
Pabrik Asia Lesu, Dampak Tarif dan Lemahnya Permintaan AS Mulai Terasa
Ekbis
Purbaya dan DPD Bahas Arah Kebijakan Fiskal dan Penguatan Daerah
Purbaya dan DPD Bahas Arah Kebijakan Fiskal dan Penguatan Daerah
Ekbis
Rupiah Melemah di Awal Pekan, Dihantui Kenaikan Inflasi dan Surplus Dagang Menyusut
Rupiah Melemah di Awal Pekan, Dihantui Kenaikan Inflasi dan Surplus Dagang Menyusut
Ekbis
Harga Referensi Biji Kakao Turun 14,5 Persen, Imbas Suplai Melimpah
Harga Referensi Biji Kakao Turun 14,5 Persen, Imbas Suplai Melimpah
Ekbis
Harga Emas Antam Melorot di Perdagangan Hari Ini, Turun Jadi Rp 2,27 Juta Per Gram
Harga Emas Antam Melorot di Perdagangan Hari Ini, Turun Jadi Rp 2,27 Juta Per Gram
Ekbis
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau