NUNUKAN, KOMPAS.com – Penangkapan sebuah kapal pemasok ikan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Kaltara di Perairan Sei Ular disebut menjadi pemicu kelangkaan ikan di wilayah pedalaman Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.
Akibatnya, pasokan ikan untuk tiga kecamatan di perbatasan RI-Malaysia, yakni Sebakis, Seimanggaris, dan Sebuku, kini terancam terhenti.
Persoalan yang memicu dilema antara penegakan hukum dan kearifan lokal ini telah dua kali dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Nunukan.
Baca juga: Warga Pedalaman Nunukan Krisis Ikan Laut, Penangkapan Kapal oleh Polda Kaltara Jadi Pemicu
Masalah ini bermula saat kapal KM Manafman 02 ditangkap oleh Direskrimsus Polda Kaltara pada 14 Agustus 2025.
Kapal tersebut mengangkut 61 boks ikan dari Tawau, Malaysia, yang ditangkap karena tidak memiliki sertifikat kesehatan—dokumen yang menurut pemasok memang tidak pernah dikeluarkan oleh pihak Tawau.
Bupati Nunukan, Irwan Sabri, bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) yang terdiri dari TNI, Polri, dan instansi vertikal lainnya, meminta adanya perhatian khusus terhadap kearifan lokal yang telah berjalan lama di batas negara.
"Kita berharap masalah ini bisa terselesaikan. Kalau di tingkat Kabupaten Nunukan, kita sudah sepakati dengan kearifan lokal. Yang saya bingung, kearifan lokal untuk perbatasan Negara ini seolah belum menjadi pertimbangan dalam penindakan aparat di luar Nunukan," ujar Irwan Sabri saat meninjau gudang cold storage di Pasar Jamaker, Rabu (3/9/2025).
Meski Forkopimda Nunukan menyepakati kearifan lokal demi kelancaran distribusi ikan, status praktik yang sejatinya ilegal ini menjadi ganjalan besar saat dihadapkan pada perundang-undangan nasional.
Sebagai solusi jangka panjang, Pemda kini tengah menyiapkan legalisasi impor ikan.
"Kita inventarisasi masalah dulu, apa yang perlu disiapkan untuk regulasi impor ikan dari Malaysia. Kita siapkan dua gudang di Pasar Jamaker untuk cold storage," jelasnya.
"Adapun untuk operasional kapal, sementara kearifan lokal lagi sambil menunggu legalisasi impor ikan selesai," katanya.
Namun, upaya melegalisasi impor ikan ini terbentur birokrasi yang panjang dan rumit.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kaltara, Rukhi Sayahdin, menjelaskan bahwa izin impor harus diajukan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), melalui Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) dengan sejumlah dokumen yang kompleks.
Sejumlah dokumen seperti sertifikat kesehatan dari negara asal, invoice, packing list, serta rekomendasi dari KKP harus disiapkan detail, dan prosesnya melibatkan verifikasi dan pemeriksaan produk ikan oleh BKIPM untuk memastikan keamanan dan mutunya sebelum izin impor diterbitkan.
"Dan itu butuh waktu tidak sebentar. Mungkin kalau sekarang kita ajukan izin, 2027 baru bisa berjalan," jelas Rukhi.