YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Perwakilan buruh yang tergabung dalam Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mendatangi Badan Pusat Statistik (BPS) DIY.
Mereka meminta kepada BPS agar menemukan instrumen untuk penentuan Upah Minimum Provinsi (UMP), yang bisa mencerminkan kebutuhan hidup layak (KHL) secara nyata.
“Penetapan upah berdasarkan KHL itu kan amanat undang-undang, dan itu merupakan bagian hak hidup layak yang dijamin undang-undang,” ujar Koordinator MPBI DIY, Irsyad Ade Irawan, Senin (28/10/2025).
Irsyad menambahkan, apabila survei KHL tidak digunakan, pihaknya bersedia berkolaborasi dengan BPS DIY untuk menciptakan metodologi yang mendekati angka nyata dari KHL.
Baca juga: Pemutihan Pajak Kendaraan di Yogyakarta Tinggal 3 Hari Lagi
“Kita dapat melihat apakah upah minimum di Yogyakarta di angka dua koma berapa juta itu betul-betul bisa mencukupi KHL,” katanya.
Dia menambahkan, dalam amanat undang-undang memperbolehkan penentuan upah minimum sektoral.
Ia dan perwakilan buruh juga menanyakan sektor apa saja yang menjadi unggulan di tiap kabupaten dan kota di DIY.
“Data yang kami perlukan adalah sektor-sektor apa saja yang jadi unggulan di DIY, kemudian apa yang jadi unggulan di Sleman, Gunungkidul, Kulon Progo, dan Bantul untuk bisa turut menjadi salah satu faktor penentu upah minimum sektoral,” ujar Irsyad.
Baca juga: Kemenhaj Bangun Embarkasi Haji Baru di Yogyakarta, Mudahkan Akses Jamaah Haji
Hal ini dinilai penting, karena dalam penentuan upah sektoral harus lebih besar daripada upah minimum kabupaten atau kota.
"Diharapkan segera ada payung hukum di level daerah maupun level nasional sehingga memungkinkan bagi BPS untuk melakukan survei bersama-sama dengan serikat pekerja, kemudian asosiasi pengusaha, dan pemerintah melakukan survei bersama,” jelas dia.
Statisi Ahli Utama BPS DIY, Sentot Bangun Widoyono, mengatakan dalam pertemuan itu, buruh membutuhkan informasi tentang data yang dihasilkan BPS untuk mendukung saat rapat di dewan pengupahan.
“Kami dari BPS hanya bisa menyampaikan data-data yang sudah kami rilis, kemudian data yang lagi proses rilis pun jika bisa kami sampaikan, kami sampaikan,” kata dia.
Data-data yang diberikan, lanjut Sentot, adalah terkait data survei industri besar, industri sedang, serta survei industri manufaktur yang memiliki tenaga kerja paling sedikit 20 orang ke atas.
Baca juga: MBG dan Hajatan Pernikahan Picu Kenaikan Harga Telur Naik di Yogyakarta
“Bahwa yang namanya UMK dan UMP yang menentukan kementerian tenaga kerja, rumusnya seperti apapun kami mensuplai data yang dibutuhkan,” beber Sentot.
Ia mencontohkan data yang digunakan untuk penentuan UMP dan UMK adalah data inflasi dan data pertumbuhan ekonomi.
Apakah tahun ini akan menggunakan data yang sama, pihaknya masih belum mengetahuinya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang