SEMARANG, KOMPAS.com - Menteri Transmigrasi Iftitah Sulaiman mengkritik praktik sejumlah pemerintah daerah yang mengusulkan kawasan transmigrasi hanya demi mendapatkan insentif dari pemerintah pusat saat mengisi kuliah umum di Universitas Diponegoro (Undip), Jumat (31/10/2025).
Ia menegaskan bahwa transmigrasi harus dimulai dari riset dan pemetaan potensi ekonomi, bukan dari kepentingan birokratis.
“Kebanyakan pemerintah daerah mengusulkan kawasan transmigrasi untuk mendapatkan insentif APBN. Dan jalan, kapal, pelabuhan dan sebagainya. Bukan karena niat memang mau membangun daerah itu. Jadi seharusnya kalau memang niat mau membangun daerah itu, harusnya transmigrasi itu dimulai dari riset dan pemetaan potensi ekonomi,” tegas Iftitah.
Baca juga: Gubernur Kalteng Tak Tolak Transmigrasi, tapi Ajukan Syarat Penting
Iftitah menekankan bahwa transmigrasi bukan sekadar memindahkan orang, melainkan membangun ekosistem kehidupan yang berkelanjutan.
Ia mengibaratkan kawasan transmigrasi seperti tambang emas yang akan didatangi orang bila potensinya jelas.
“Analoginya seperti orang kerja di pertambangan. Kalau di situ ada emasnya, mau di ujung gunung, mau di tengah laut, ada migasnya, orang pasti datang, ekosistem kehidupan di situ. Pekerja tambang di Maluku Utara itu 60.000 orang pekerjaannya, pasti ada ekosistemnya,” ujarnya.
Baca juga: Jajaki Peluang Investasi dari Tiongkok, Kementerian Transmigrasi Akan Fokuskan Pada Papua
Dalam memetakan potensi wilayah, Ia bahkan memberi otoritas kepada 2.000 tim ekspedisi Patriot yang dikirim ke berbagai penjuru Indonesia untuk membatalkan status kawasan transmigrasi jika tidak ditemukan potensi ekonomi yang layak.
Untuk menggambarkan pentingnya efisiensi dan relevansi ekonomi, Iftitah mengangkat contoh penanaman stroberi Korea di Bogor yang membutuhkan biaya produksi hingga Rp 3 juta per kilogram, namun nilai jualnya hanya Rp1,8 juta per kilogram.
Sehingga meski stroberi dapat ditanam, tapi tidak memiliki nilai ekonomi yang menguntungkan masyarakat setempat.
“Sama dengan kalau kita di kawasan transmigrasi, kalau di situ tidak ada potensinya, ngapain kita promosi di situ?” Imbuhnya.
Sebaliknya, ia menyoroti kawasan transmigrasi Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah, yang kini menjadi salah satu penghasil durian unggulan dunia dan telah menjalin kerja sama ekspor langsung ke Ipoh, Malaysia.
“Durian dari Sulawesi itu capnya Thailand, padahal kebunnya kawasan transmigrasi di Parimo,” bebernya.
Menanggapi keluhan soal infrastruktur rusak di kawasan transmigrasi, Iftitah menekankan bahwa pembangunan infrastruktur harus dihitung berdasarkan nilai tambah ekonomi.
Ia mencontohkan, jika perbaikan jalan senilai Rp1 triliun bisa meningkatkan produktivitas kelapa dari Rp1 triliun menjadi Rp3 triliun, maka itu adalah investasi produktif.
“Uang untuk infrastruktur bukan uang mati. Itu uang hidup yang mengkapitalisasi nilai produksi,” katanya.
Lebih lanjut, Iftitah juga menegaskan bahwa transmigrasi saat ini tidak lagi berfokus pada perpindahan besar-besaran dari Jawa, melainkan pada pemberdayaan masyarakat lokal.
Sehinggga transmigrasi lokal hanya memindahkan warga antar kabupaten/kota yang masih dalam satu provinsi. Dia menyebut dari 10 kawasan transmigrasi yang sedang dibangun, 93–94 persen penghuninya adalah warga local, sedangkan pendatang hanya 6–7 persen untuk mengutamakan manfaat bagi warga setempat.
Baca juga: Transmigrasi Tahap Pertama, Paser Kaltim Disiapkan untuk 50 KK
Dalam kesempatan itu, Iftitah juga memperkenalkan Beasiswa Patriot sebagai strategi regenerasi kepemimpinan di kawasan transmigrasi yang tidak hanya pengiriman SDM unggul, tetapi pembentukan pemimpin muda yang mampu membangun kawasan secara menyeluruh dan bermartabat.
Beasiswa Patriot akan dibuka untuk 1.000 mahasiswa terpilih yang mendaftar dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Sebelum program beasiswa, dia bahkan sudah melibatkan 2.000 akademisi dalam Tim Ekspedisi Patriot untuk meneliti wilayah tujuan transmigrasi.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang