JAKARTA, KOMPAS.com - Ikan asin telah lama menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi kuliner masyarakat Indonesia.
Sebagai lauk sederhana yang kaya rasa, ikan asin sering disantap dengan berbagai menu pendamping, seperti nasi, sambal terasi, tahu, tempe, hingga sayur asem.
Ragamnya pun berlimpah, mulai dari ikan asin peda, teri, tenggiri, hingga jambal.
Namun, tidak semua orang menyukai ikan asin. Sebagian menghindarinya karena rasa asin yang kuat atau stigma bahwa makanan ini dianggap "tidak berkelas."
Meski begitu, fakta menunjukkan bahwa ikan asin tetap dicintai oleh masyarakat dari berbagai lapisan sosial, bahkan sejak zaman kuno.
Baca juga: Ikan Asin, Sebuah Simbol Kebersamaan dan Kebanggaan Bangsa Indonesia
Fakta menarik adalah ikan asin bukanlah makanan baru di Nusantara. Dalam bukunya, "Pasar di Jawa: Masa Mataram Kuno Abad VIII-XI Masehi," arkeolog Titi Surti Nastiti mengungkapkan bahwa ikan asin sudah dikenal oleh masyarakat Jawa sejak abad ke-8 Masehi.
Menurut Titi, ikan asin—yang dalam Prasasti Pangumulan A (824 Saka/902 Masehi) disebut grih atau dendain—merupakan salah satu komoditas yang diperdagangkan di pasar-pasar Jawa pada masa itu. Jenis ikan yang diasinkan termasuk ikan kembung, kakap, dan tenggiri.
Istilah grih atau dendain juga tercatat dalam Prasasti Rukam (829 Saka/907 Masehi). Ikan asin digunakan sebagai hidangan dalam upacara penetapan tanah suci (sima).
Hal ini menunjukkan bahwa ikan asin tidak hanya menjadi makanan sehari-hari, tetapi juga bagian dari tradisi dan ritual penting masyarakat Mataram Kuno.
Baca juga: 8 Cara Masak Ikan Asin yang Enak, dari Tips Beli hingga Goreng
Setelah lebih dari 13 abad, ikan asin masih menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia. Keberadaannya yang mudah ditemukan di pasar-pasar tradisional hingga warung sayur di kota besar mencerminkan kelanggengan kuliner ini.
Ikan asin juga memainkan peran penting dalam ekonomi masyarakat, terutama sebagai komoditas perdagangan.
Walau sering kali diasosiasikan dengan makanan kelas bawah, ikan asin sebenarnya mencerminkan daya tahan budaya dan kreativitas masyarakat Indonesia dalam mengolah hasil laut.
Baca juga: Resep Tumis Kangkung Terasi Bumbu Iris, Tambah Ikan Asin
Sejarah panjang ikan asin membuktikan bahwa kuliner ini bukan sekadar makanan. Ia merepresentasikan dinamika sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat Indonesia dari masa ke masa.
Dalam tradisi Jawa, istilah gereh untuk ikan asin dan dendeng untuk ikan kering menjadi jejak linguistik yang memperkaya sejarah kuliner Nusantara.
Terlepas dari stigma yang melekat, ikan asin telah membuktikan posisinya sebagai salah satu ikon kuliner Indonesia.
Dengan segala kesederhanaannya, ikan asin menjadi simbol keberlanjutan tradisi, identitas lokal, dan inovasi yang mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat.
Baca juga: Cara Menggoreng Ikan Asin Agar Renyah dan Tidak Alot
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini