Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suka Naikkan Tarif Impor Tiba-tiba, Apa Maunya Trump?

Kompas.com - 08/07/2025, 17:18 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

Sumber CNN

WASHINGTON DC, KOMPAS.com – Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berulang kali menaikkan tarif impor dari beberapa negara.

Sejak awal kepemimpinan periode keduanya, Trump kerap menjadikan tarif impor sebagai alat utama kebijakan ekonomi.

Meski Trump kerap berubah-ubah dalam menyampaikan alasan, CNN pada Senin (7/7/2025) melaporkan bahwa ada empat tujuan besar di balik kebijakan tarif, yaitu:

Baca juga: Isi Lengkap Surat Trump ke Prabowo soal Tarif, AS Tekor Dagang dengan RI

  • Menghidupkan kembali sektor manufaktur Amerika.
  • Meningkatkan pendapatan negara.
  • Mengurangi defisit neraca perdagangan.
  • Menekan negara lain agar membuat kebijakan yang menguntungkan AS.

Trump kerap menyebut tarif sebagai “obat mujarab” ekonomi. Ia percaya bahwa kebijakan ini dapat mengembalikan pekerjaan buruh pabrik, menyeimbangkan anggaran negara, memaksa negara lain duduk di meja perundingan, sekaligus meringankan beban pajak warga Amerika.

Pabrik tak otomatis bangkit

Foto CEO Apple Tim Cook di depan komputer iMac yang menjalankan Windows di pabrik Apple, Austin, AS@tim_cook/ Twitter Foto CEO Apple Tim Cook di depan komputer iMac yang menjalankan Windows di pabrik Apple, Austin, AS
Sejumlah perusahaan memang telah mengumumkan rencana investasi di AS dengan alasan tarif.

Misalnya, Apple akan menggelontorkan 500 miliar dollar AS (Rp 8,11 kuadriliun) untuk pabrik di dalam negeri.

General Motors pun berencana meningkatkan kapasitas produksi senilai 4 miliar dollar AS (Rp 64,92 triliun) di "Negeri Paman Sam".

Namun, para ekonom dan pelaku industri menilai dampak nyata tarif impor terhadap kebangkitan sektor manufaktur masih terbatas.

Sebagian investasi yang diumumkan terjadi sebelum tarif diberlakukan. Selain itu, pembangunan pabrik membutuhkan waktu bertahun-tahun hingga benar-benar beroperasi.

"Anda lihat saja. Kita akan punya pekerjaan. Kita akan punya pabrik terbuka. Ini akan hebat," kata Trump di pesawat kepresidenan Air Force One, Maret lalu.

Kendati demikian, masalah tenaga kerja terampil juga menjadi hambatan besar. Pada Mei, Departemen Tenaga Kerja AS mencatat ada 414.000 lowongan kerja di sektor manufaktur yang belum terisi. Hal ini menunjukkan minimnya minat atau keterampilan di kalangan pekerja domestik.

Dari sisi statistik, jumlah pekerjaan manufaktur justru mengalami penurunan. Setelah mencatatkan tambahan 9.000 pekerjaan dalam dua bulan awal masa jabatan, sektor ini kehilangan 7.000 pekerjaan per bulan dalam dua bulan terakhir. Total pekerjaan manufaktur kini lebih rendah dibandingkan saat Trump mulai menjabat.

Baca juga: Dubes RI di AS Kosong, Pakar: Indonesia Gagal Lobi Tarif Trump

Target pendapatan negara terlalu tinggi?

Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump mengumumkan akan mengenakan tambahan tarif sebesar 10 persen kepada negara-negara yang dinilai ?menyelaraskan diri dengan kebijakan anti-Amerika dari BRICS?.AFP/MANDEL NGAN Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump mengumumkan akan mengenakan tambahan tarif sebesar 10 persen kepada negara-negara yang dinilai ?menyelaraskan diri dengan kebijakan anti-Amerika dari BRICS?.
Trump meyakini bahwa tarif bisa menghasilkan pendapatan besar bagi negara. Ia bahkan menyebut pendapatan dari tarif bisa menggantikan pajak penghasilan.

"Kita akan menghasilkan banyak uang... dan mungkin kita akan menghapus pajak penghasilan seluruhnya," sesumbar Trump saat kembali dari lawatan internasional, April lalu.

Namun, prediksi tersebut dinilai jauh panggang dari api.

Halaman:
Baca tentang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau