Penulis: Anatolij Weisskopf/DW Indonesia
ASTANA, KOMPAS.com - Nama Aliya dan Natalya harus disamarkan karena hidup dalam ketakutan. Dua perempuan asal Kazakstan ini menjadi korban penipuan dari calo yang mencari ibu pengganti untuk klien asal China.
Keduanya diancam karena dianggap terlalu banyak bertanya, terutama soal nasib anak-anak yang mereka lahirkan.
Ancaman mulai datang bertubi-tubi, sejak Aliya dan Natalya meragukan prosedur dan menolak menandatangani pernyataan pengabaian hak.
Baca juga: Bayi Tertua Lahir Berusia 30 Tahun, Kok Bisa?
Saat itulah mereka menyadari tak lagi berurusan dengan klinik legal, melainkan dengan sindikat kriminal yang kemungkinan terkait jaringan perdagangan manusia.
Kisah serupa dialami enam perempuan lain. Dalam kelompok kecil itu, Aliya dan Natalya bertindak sebagai juru bicara ketika diminta wawancara oleh DW.
Usia para perempuan berkisar antara 25 hingga 30 tahun. Mereka hidup di apartemen sewa, sebagai janda beranak, tanpa pasangan maupun penghasilan tetap.
Semuanya menemukan tawaran melalui iklan di Instagram, TikTok, dan media sosial lainnya.
Iming-imingnya adalah pendapatan antara 6 hingga 8 juta tenge atau sekitar Rp 170 juta hingga Rp 245 juta, ditambah tempat tinggal gratis dan tunjangan bulanan sekitar Rp 9,5 juta selama masa kehamilan.
"Aku melihat iklan di Instagram, juga di TikTok," kata Aliya kepada DW.
"Setelah aku menelepon, semuanya dilakukan lewat WhatsApp. Aku dikirim ke pusat reproduksi swasta. Setelah pemeriksaan, mereka menyarankan agar proses transfer embrio dilakukan di China, bukan di Kazakstan."
Saran serupa diterima Natalya. "Dokter di pusat medis bilang: ‘Di sini kamu dapat enam juta tenge, di sana delapan. Dan kamu bisa berpergian ke China selama dua minggu gratis karena sistem kesehatan di sana lebih baik.' Dua juta tenge sangat berarti bagiku, jadi aku setuju," ungkapnya.
Namun pada kenyataannya, transfer embrio Natalya tidak dilakukan di China, melainkan di Kamboja.
"Dari Almaty aku diterbangkan ke Beijing, lalu ke Phnom Penh. Aku tak tahu persis ke mana kami dibawa karena jendela mobil ditutupi, tapi bangunannya sangat tinggi. Di situlah aku menjalani prosedur dan menginap," katanya.
Aliya sebaliknya diterbangkan ke Beijing. "Dari bandara aku dibawa ke hotel. Pagi harinya, aku dijemput. Ponselku diambil dan kaca mobil ditutup, aku tak tahu ke mana kami pergi. Setelah perjalanan panjang, kami berhenti di semacam garasi. Suasananya menakutkan. Bersama tiga perempuan lain, kami diberi penutup kepala dan pakaian, lalu ditunjukkan, tanpa kata, ke mana harus melangkah," kenangnya.