Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Militer Israel Merelokasi Warga ke Gaza Selatan Hari Ini

Kompas.com - 17/08/2025, 13:50 WIB
Albertus Adit

Penulis

Sumber Reuters

TEL AVIV, KOMPAS.com – Militer Israel menyatakan akan mulai menyediakan tenda dan perlengkapan perlindungan bagi warga Gaza mulai Minggu (17/8/2025).

Bantuan itu dipersiapkan sebelum relokasi warga dari zona pertempuran ke wilayah selatan Jalur Gaza.

Langkah ini diumumkan sehari sebelumnya, Sabtu (16/8/2025), di tengah rencana Israel melancarkan serangan baru untuk menguasai Kota Gaza di bagian utara.

 

Baca juga: Anak Kekurangan Gizi Terus Berdatangan ke RS di Gaza, Dokter: Jumlahnya Meningkat

Rencana tersebut memicu keprihatinan internasional karena kota terbesar di wilayah kantong itu masih dihuni sekitar 2,2 juta orang dan telah mengalami kerusakan parah akibat perang.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pekan lalu menegaskan, serangan hanya akan dilakukan setelah penduduk sipil dievakuasi ke wilayah yang ia sebut sebagai zona aman. Kota Gaza digambarkan Netanyahu sebagai benteng terakhir Hamas.

Menurut militer Israel, peralatan perlindungan akan dikirim melalui penyeberangan Kerem Shalom di Gaza selatan. Proses distribusi dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan organisasi bantuan internasional lain, setelah seluruh barang diperiksa Kementerian Pertahanan Israel.

Seorang juru bicara Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB menyampaikan kekhawatiran atas rencana relokasi ini. “Langkah itu hanya akan menambah penderitaan,” ujarnya, dikutip dari Reuters.

Meski demikian, badan PBB tersebut menyambut baik pengakuan Israel bahwa tempat berlindung merupakan kebutuhan mendesak. “PBB dan mitranya akan memanfaatkan kesempatan yang terbuka ini,” tambahnya.

Baca juga: Pemimpin Hamas Tiba di Mesir untuk Hidupkan Lagi Rencana Gencatan Senjata Gaza

PBB sebelumnya telah memperingatkan ribuan keluarga berisiko semakin terdesak jika operasi militer di Kota Gaza tetap berlanjut.

Baik pejabat Palestina maupun PBB menegaskan, tidak ada area yang benar-benar aman di Jalur Gaza, termasuk wilayah selatan yang dijadikan tujuan relokasi.

Militer Israel menolak menjelaskan apakah bantuan perlindungan itu ditujukan untuk sekitar satu juta penduduk Kota Gaza, dan apakah lokasi relokasi berada di Rafah yang berbatasan langsung dengan Mesir.

Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, pada Sabtu mengatakan rencana operasi besar ini masih dalam tahap penyusunan.

Sementara itu, kelompok Jihad Islam, sekutu Hamas, mengecam pengumuman militer Israel. Mereka menyebutnya sebagai bagian dari serangan brutal untuk menduduki Kota Gaza, serta penghinaan terang-terangan terhadap konvensi internasional.

Baca juga: 5 Negara Ini Akan Akui Palestina, Apakah Bisa Ubah Situasi di Gaza?

Dalam sepekan terakhir, pasukan Israel meningkatkan operasi di pinggiran Kota Gaza. Warga Zeitoun dan Shejaia melaporkan serangan udara serta tembakan tank yang intensif. “Ledakan terdengar sepanjang hari akibat tembakan tank ke rumah-rumah di bagian timur permukiman,” ungkap seorang warga.

Militer Israel pada Jumat mengonfirmasi operasi baru di Zeitoun untuk menemukan bahan peledak, menghancurkan terowongan, dan menargetkan militan.

Perang antara Israel dan Hamas pecah setelah serangan kelompok Hamas ke Israel selatan pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan 1.200 orang dan menyandera 251 orang, menurut data otoritas Israel. Dari 50 sandera yang masih berada di Gaza, 20 orang dilaporkan masih hidup.

Sejak itu, serangan balasan Israel menewaskan lebih dari 61.000 warga Palestina, menurut Kementerian Kesehatan Gaza. Konflik juga memicu kelaparan, gelombang pengungsian besar-besaran, serta menghancurkan sebagian besar wilayah kantong tersebut.

Pada Minggu, diperkirakan berlangsung aksi protes di berbagai kota Israel. Massa menuntut pembebasan sandera serta penghentian perang. Sejumlah perusahaan, pemerintah kota, hingga universitas menyatakan mendukung karyawan yang akan mogok kerja.

Baca juga: AS Tolak Kritik Israel soal Tewasnya 4 Jurnalis Al Jazeera di Gaza

Upaya diplomasi untuk mencapai gencatan senjata 60 hari yang dimediasi Amerika Serikat berakhir buntu bulan lalu. Kini, mediator dari Mesir dan Qatar kembali berusaha menghidupkan negosiasi tersebut.

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau