MOSKWA, KOMPAS.com - Presiden Vladimir Putin mengecam sanksi Barat yang menekan ekonomi Rusia, menjelang kunjungannya ke China pada Minggu (31/8/2025).
Dalam wawancara dengan kantor berita resmi China, Xinhua, yang dirilis Sabtu (30/8/2025), Putin menyebut Rusia dan China sama-sama menentang sanksi “diskriminatif” dalam perdagangan global, sebagaimana yang dilansir dari Reuters pada hari yang sama.
“Singkatnya, kerja sama ekonomi, perdagangan, dan kolaborasi industri antara negara kami berkembang di berbagai bidang,” kata Putin tentang China, yang dituduh Barat mendukung operasi militer khusus Rusia di Ukraina.
Baca juga: Rusia Kecam Macron karena Hina Putin secara Vulgar
“Selama kunjungan saya mendatang, kami pasti akan membahas prospek lebih lanjut untuk kerja sama saling menguntungkan dan langkah-langkah baru untuk memperkuatnya demi kepentingan rakyat Rusia dan China,” terangnya.
Putin dijadwalkan akan mengunjungi China, mitra dagang terbesar Rusia, dari Minggu hingga Rabu (31 Agustus-3 September) mendatang.
Dalam kunjungan Putin ke China selama empat hari, Kremlin menyebutnya sebagai agenda yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Pada dua hari pertama, Putin akan menghadiri KTT Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO) di kota pelabuhan utara China, Tianjin.
Baca juga: Xi Jinping Undang Putin Hadiri KTT SCO, Forum Tandingan Barat
SCO berfokus pada keamanan, yang didirikan oleh sekelompok negara Eurasia pada 2001. Kini, organisasi ini telah berkembang menjadi 10 anggota permanen termasuk Iran dan India.
Di hari berikutnya, Putin akan melakukan perjalanan ke Beijing untuk mengadakan pertemuan dengan Presiden China Xi Jinping dan menghadiri parade militer besar di ibu kota untuk memperingati berakhirnya Perang Dunia II setelah penyerahan resmi Jepang.
Agenda Putin itu sebagai kunjungan balasan setelah Xi menghadiri parade militer di Lapangan Merah Moskwa pada Mei lalu, untuk memperingati 80 tahun kemenangan Uni Soviet dan sekutunya atas Jerman Nazi.
Itu adalah kunjungan ke-11 Xi ke negara tetangga raksasa China sejak ia menjadi presiden lebih dari satu dekade lalu.
Baca juga: Prabowo, Putin, sampai Kim Jong Un Diundang Parade Militer Akbar di China
Negara-negara Barat dan dipimpin oleh Amerika Serikat (AS) telah melancarkan beberapa sanksi ke Rusia, setelah invasi “Negeri Beruang Merah” ke Ukraina.
Presiden AS Donald Trump mengatakan ia akan memberlakukan sanksi besar-besar kepada Rusia, jika tidak ada perkembangan upaya untuk mencapai kesepakatan damai antara Moskwa dengan Kyiv.
Saat negara-negara Barat memutuskan hubungan dengan Rusia setelah invasi skala penuh Moskwa ke Ukraina pada Februari 2022, China turun tangan menyokong ekonomi negara tersebut.
China membeli minyak Rusia dan menjual barang-barang Moskwa mulai dari mobil hingga elektronik, yang mendorong perdagangan bilateral mencapai rekor 245 miliar dollar AS (sekitar Rp 4.023 triliun) pada 2024.
Baca juga: Putin dan Kim Akan Hadiri Parade Militer China, Pamer Soliditas Bareng Xi
Putin mengungkapkan bahwa China sejauh ini menjadi mitra dagang terbesar Rusia berdasarkan volume, dan transaksi antara kedua negara hampir sepenuhnya dilakukan dalam rubel dan yuan.
Rusia menjadi eksportir utama minyak dan gas ke China dan kedua pihak terus melakukan upaya bersama untuk mengurangi hambatan perdagangan bilateral.
“Dalam beberapa tahun terakhir, ekspor daging babi dan sapi ke China telah diluncurkan. Secara keseluruhan, produk pertanian dan makanan menempati posisi penting dalam ekspor Rusia ke China,” ujarnya.
Sementara itu, sepanjang wawancara dengan Xinhua, Putin tidak menyinggung tuduhan Uni Eropa terkait dukungan China terhadap perang Rusia di Ukraina.
Putin dan Xi mendeklarasikan kemitraan strategis “tanpa batas” pada 2022. Kedua pemimpin telah bertemu lebih dari 40 kali dalam dekade terakhir.
Baca juga: Zelensky Desak Pertemuan Langsung dengan Putin demi Perang Berakhir
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini