Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akigalawood, Daur Ulang Nilam yang Wanginya Memikat

Kompas.com - 27/09/2025, 11:39 WIB
Wisnubrata

Penulis

KOMPAS.com - Géraldine Archambault kerap dihentikan orang sekedar untuk ditanya: Parfum apa yang kamu pakai? Wanginya sangat enak! Pendiri brand Essential Parfums itu seringnya mendapat pertanyaan tersebut ketika dia mengenakan parfum Bois Imperial racikan parfumer Quentin Bisch.

Aroma Bois Imperial memang unik. Yang paling menonjol adalah wangi kayu halus, mewah, dan sedikit spicy. Menurut Bisch, rahasianya ada pada salah satu bahan yang dia pakai: akigalawood.

"Saya menciptakan wewangian ini dengan kayu yang berharga dan luar biasa: Akigalawood. Dihiasi dengan rempah-rempah segar, aroma kayunya yang luar biasa, menciptakan kontras antara nilam dan kemangi," tulis Bisch.

Namun jika kita mencari pohon akigala maka kita tidak akan menemukannya, walau bahan ini disebut berasal dari Indonesia. Pasalnya akigalawod adalah sebuah senyawa wewangian yang diciptakan melalui proses bioteknologi canggih.

Akigalawood diciptakan oleh Givaudan, perusahaan raksasa dalam industri wewangian Swiss, pada tahun 2014 sebagai bahan "captive" atau eksklusif. Walau ada aroma seperti oud atau gaharu, namun asalnya bukan dari pohon agarwood (Aquilaria spp.).

Akigalawood justru lahir dari limbah industri patchouli atau nilam (Pogostemon cablin) yang merupakan tanaman asli Asia Tenggara --terutama Indonesia-- yang banyak digunakan dalam parfum. Proses distilasi nilam menghasilkan fraksi volatile yang sering dianggap sebagai sampah karena rendahnya kandungan patchouli alcohol (kurang dari 2%, idealnya kurang dari 1%).

Fraksi ini kaya akan sesquiterpenic olefins yang sebelumnya kurang bernilai. Dengan memanfaatkan limbah ini, Givaudan menciptakan bahan baru yang meniru wangi gaharu yang dalam dan mewah. 

Pembuatan Akigalawood melibatkan proses enzimatik, di mana fraksi olefinik patchouli yang diekstrak melalui distilasi, dicampur dengan enzim laccase dalam larutan buffer fosfat (pH 7.5) dengan air dan garam. Hasilnya adalah yield sekitar 28% dari bahan awal, menghasilkan senyawa murni yang kaya rotundone—molekul alami kuat yang memberikan nuansa pedas. 

Proses ini ramah lingkungan karena hanya menggunakan air, garam, dan enzim, tanpa pelarut berbahaya atau suhu ekstrem, sehingga mengurangi jejak karbon dibandingkan sintesis kimia konvensional. 

Baca juga: Nilam dan Akar Wangi, Aroma Woody Indonesia yang Bukan dari Kayu

Géraldine Archambault, pendiri Essential Parfums di Jakarta, Jumat (19/9/2025) Géraldine Archambault, pendiri Essential Parfums di Jakarta, Jumat (19/9/2025)

Perpaduan Woody, Spicy, dan Floral yang Memukau

Akigalawood dikenal dengan aromanya yang kompleks dan multifaset, menggabungkan kedalaman patchouli dengan sentuhan pedas dan mewah. Secara garis besar, ia memiliki nada woody yang hangat dan earthy, mirip patchouli klasik, tetapi diperkaya dengan aspek spicy seperti lada hitam atau merah, serta faseta noble dari agarwood—sebuah aroma resinous yang halus dan dalam. 

Rotundone, senyawa kunci di dalamnya, memberikan efek peppery (wangi lada) yang intens, serupa dengan yang ditemukan dalam anggur merah atau lada putih, sementara elemen floral rosy menambahkan nuansa daun kering yang lembut.

Aroma ini tidak hanya tahan lama tetapi juga meningkatkan difusi dan jejak parfum, membuatnya ideal untuk komposisi modern. Dibandingkan oud alami yang bisa terlalu smoky, Akigalawood lebih bersih dan mudah diterima hidung, dengan sentuhan balsamic, tembakau, dan cedar yang menambah kedalaman tanpa membuatnya terlalu tajam.

Sejak diluncurkan, Akigalawood telah menjadi favorit perfumer untuk menambahkan kehangatan dan earthiness pada berbagai formula. Nah, dalam parfum Bois Imperial dari Essential Parfums, Quentin Bisch memadukannya dengan patchouli atu nilam dari Indonesia, ambrofix, basil dari Mesir, vetievr atau akar wangi dari Haiti, dan pepper timut dari Nepal.

Bois Imperial , Essential Parfums Bois Imperial , Essential Parfums

Hasilnya adalah parfum dengan aroma kayu yang segar, sedikit spicy namun sekaligus green, dan orang akan menebak ada wangi gaharu di dalamnya, walau aroma ini tercium halus. Menariknya, akigalawood membuat parfum menjadi tahan lama sekaligus meninggalkan jejak mendalam pemakainya.

"Kadang-kadang saya merasa aroma parfum yang saya pakai sudah tidak tercium lagi, namun orang lain yang bertemu saya selalu mngatakan bahwa saya sangat wangi," ujar Géraldine saat berada di Jakarta, Jumat (19/9/2025).

Saat ini ada 11 varian parfum dari Essential Parfums yang dijul di Indonesia, dan yang paling banyak ditanyaka adalah Bois Imperial. Bois sendiri berarti kayu dalam bahasa Prancis.

Namun bisa dikatakan hampir semua koleksi Essential Parfums menarik. Mereka yang menyukai aroma nilam yang lebih kuat bisa memilih Patchouli Mania, sedangkan wangi hangat bisa didapatkan dari Mon Vetiver. Mereka yang suka aroma segar, cocok dengan Nice Bergamot, Neroli Botanica, atau Orange X Santal. Penyuka bunga bisa memilih Velvet Iris atau Rose Magnetic. 

Tapi hati-hati, bersiaplah dihentikan orang yang menanyakan: Parfum apa yang kamu pakai?

Baca juga: Aroma Kayu dalam Parfum, Memberi Kehangatan yang Kompleks

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Supermoon Beaver 5 November Jadi Bulan Purnama Paling Dekat Bumi Sejak 2019
Supermoon Beaver 5 November Jadi Bulan Purnama Paling Dekat Bumi Sejak 2019
Fenomena
Penampakan Jika Seluruh Es Antartika Mencair, Ada Jurang dan Pegunungan
Penampakan Jika Seluruh Es Antartika Mencair, Ada Jurang dan Pegunungan
Oh Begitu
BMKG Konfirmasi 43,8 Persen Wilayah Indonesia Masuk Musim Hujan, Kenali Potensi Cuaca Ekstrem
BMKG Konfirmasi 43,8 Persen Wilayah Indonesia Masuk Musim Hujan, Kenali Potensi Cuaca Ekstrem
Fenomena
Berusia 6 Juta Tahun, Sampel Udara Tertua di Bumi Ditemukan di Es Antartika
Berusia 6 Juta Tahun, Sampel Udara Tertua di Bumi Ditemukan di Es Antartika
Fenomena
Alarm dari Laut: Lumba-Lumba Kena Alzheimer Gegara Limbah Manusia, Ini Bukti Ilmiahnya
Alarm dari Laut: Lumba-Lumba Kena Alzheimer Gegara Limbah Manusia, Ini Bukti Ilmiahnya
Oh Begitu
Teleskop James Webb Bongkar Rahasia Komet 3I/ATLAS: Diselimuti Kerak Radiasi Kosmis Miliaran Tahun
Teleskop James Webb Bongkar Rahasia Komet 3I/ATLAS: Diselimuti Kerak Radiasi Kosmis Miliaran Tahun
Fenomena
Identik dengan Halloween, Labu Ternyata Bisa Simpan Bahan Kimia Beracun
Identik dengan Halloween, Labu Ternyata Bisa Simpan Bahan Kimia Beracun
Oh Begitu
Fosil Badak Salju dari Kutub Utara Ungkap Jembatan Darat Atlantik Kuno
Fosil Badak Salju dari Kutub Utara Ungkap Jembatan Darat Atlantik Kuno
Oh Begitu
Nebula Kelelawar Hantu: ‘Tamu’ Kosmik yang Muncul di Langit Halloween
Nebula Kelelawar Hantu: ‘Tamu’ Kosmik yang Muncul di Langit Halloween
Fenomena
Supermoon Emas November 2025: Purnama Terbesar Sepanjang Tahun
Supermoon Emas November 2025: Purnama Terbesar Sepanjang Tahun
Oh Begitu
Gempa M 5,1 Guncang Laut Sarmi Papua, Tidak Berpotensi Tsunami
Gempa M 5,1 Guncang Laut Sarmi Papua, Tidak Berpotensi Tsunami
Fenomena
Anjing-Anjing Menjadi Biru di Zona Chernobyl, Apa yang Terjadi?
Anjing-Anjing Menjadi Biru di Zona Chernobyl, Apa yang Terjadi?
Oh Begitu
Rahasia Kodok yang Bisa Berubah Jadi Kuning Neon dalam Dua Hari
Rahasia Kodok yang Bisa Berubah Jadi Kuning Neon dalam Dua Hari
Oh Begitu
77 Kerangka Kristen Awal Ditemukan di Situs Gereja Tertua Aarhus Denmark, Berusia Sekitar 900 Tahun
77 Kerangka Kristen Awal Ditemukan di Situs Gereja Tertua Aarhus Denmark, Berusia Sekitar 900 Tahun
Oh Begitu
Sejarah Halloween dan Día de Muertos, Lahir dari Perkawinan Budaya Kematian Celtic dan Aztec
Sejarah Halloween dan Día de Muertos, Lahir dari Perkawinan Budaya Kematian Celtic dan Aztec
Oh Begitu
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau