Daftar negara G20 yang peringkat index kemanan sibernya berada di atas Indonesia yakni Jerman, Inggris, Arab Saudi, Perancis, Italia, Rusia, Kanada, Korea Selatan, India, Australia, dan Amerika Serikat.
Sementara Argentina, Jepang, Turki, Brazil, Meksiko, Afrika Selatan peringkatnya di bawah Indonesia.
Baca juga: Pembinaan Angkatan Siber Indonesia
Menurut pengamat keamanan siber Vaksin.com Alfons Tanujaya, keamanan siber Indonesia cenderung lemah.
Alfons menyoroti rendahnya kesadaran pengamanan data dan sumber daya manusia (SDM) pengelolaan keamanan siber yang tidak sesuai.
“Dapat dikatakan begitu. Kalau memang baik kenapa bisa diretas?” kata Alfons saat dihubungi Kompas.com, Selasa (25/6/2024).
Ia menjelaskan, faktor utama penyebab lemahnya keamanan siber Indonesia berasal dari misi digitalisasi pemerintah, yang tidak diimbangi upaya pengamanan data yang serius.
Alasan lainnya, Alfons menyebutkan kurangnya pelibatan "pemain" berkualitas, seperti generasi muda yang paham dengan data.
"Menempatkan pemain yang profesional sangat penting, mengingat pada kasus ini, PDN merupakan pusat data siber kelas tinggi. Kalau mau mengelola data center sekelas PDN ibaratnya laga kelas berat,” ujar dia.
Selain itu, Alfons juga mengkritisi kemanan siber Indonesia yang cenderung berbasis proyek atau bersifat sementara. Sistem pengelolaan tersebut dinilai memunculkan celah bagi keamanan siber Indonesia.
“Security dunia itu IT tidak bisa berbasis project. Harus dilindungi terus-menerus karena ancaman selalu ada,” kata dia.
Alfons menyarankan, pemerintah Indonesia sudah saatnya mempertimbangkan untuk melibatan "pemain lokal" berkualitas dalam meningkatkan keamanan siber Indonesia. Selain itu, tak menutup kemungkinan kolaborasi dengan negara asing.
“Indonesia itu tidak kekurangan orang pintar. Ada base NET dan cloud-nya. Tapi kenyataanya mereka tidak dapat kesempatan,” ungkap Alfons.
Menurutnya, pemerintah juga seharusnya juga menyiapkan disaster recovery dan business continuity dalam mengelola pusat data nasional.
“Jangan 100 persen mengandalkan cloud tetapi pada beberapa layanan kritikal juga perlu mengadopsi edge computing dengan database independen,” tambahnya, dikutip dari Kompas.com, Jumat (21/6/2024).
Baca juga: Starlink Resmi Diluncurkan di Indonesia, Pakar Ingatkan Potensi Ancaman Siber
(Sumber: Kompas.com/Yefta Christopherius Asia Sanjaya)
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini