Momen itu juga menjadi titik balik.
Tak disangka, saat mengikuti pameran itu, produk buatannya digemari pelanggan di Yogyakarta.
Tidak hanya toko dan keliling, tapi juga pameran reguler di mall besar seperti Ambarukmo Plaza, Solo Square, hingga Java Mall Semarang.
"Lambat laun channel kemitraan mulai jalan. Malah sebagian besar omzet justru dari luar toko," kata Nizar.
Nizar lalu mengumpulkan modal hasil penjualan.
Pada tahun 2009, Nizar memberanikan diri berangkat ke China.
Modal cekak, pengetahuan minim, tapi tekad besar.
Ia ingin melihat langsung pameran furniture terbesar di dunia.
Banyak pelajaran yang ia dapat dari sana.
"Yang penting berangkat dulu. Cah SMA modal wani wae (berani saja)," ujarnya.
Baca juga: IKN Jadi Peluang Besar bagi Pengusaha Mebel
Dari perjalanan itu, Nizar membangun sistem yang lebih baik dan merintis perusahaan yang kelak dikenal dengan nama Importa.
Pasar furniture kelas menengah bawah Indonesia saat itu didominasi produk partikel board.
Jamuran, rapuh, dan rayapan kerap menjadi persoalan saat itu.
Ia tahu, harus ada solusi.
Tahun 2017, ia memperkenalkan lemari pakaian berbahan besi sebagai solusi anti rayap dan anti jamur.
Saat itu, ia dicibir dan ditertawakan oleh rekan maupun pesaingnya.
"Aku bilang ini lemari masa depan. Awalnya sales kecil, lalu aku mulai printing pattern biar tampilannya beda. Lama-lama laku juga," kata CEO Importa itu.
Baca juga: Kaya Sumber Daya, Kuat Budaya, Pasar Besar: Kenapa Industri Mebel RI Masih Tertinggal?
Inovasi ini menjadi momentum besar karena produk buatannya mendapat respons positif dari pelanggan.