KOMPAS.com — Rapat paripurna DPRD Kabupaten Pati, Jawa Tengah, pada Jumat (31/10/2025) malam berlangsung tegang ketika wacana pemakzulan Bupati Sudewo dibawa ke tahap voting.
Sidang yang bertajuk “Penyampaian Hak Menyatakan Pendapat Anggota DPRD Pati Tentang Kebijakan Bupati Pati” itu menjadi puncak dari dua bulan penyelidikan panitia khusus (pansus) hak angket DPRD terhadap berbagai kebijakan bupati yang dinilai kontroversial.
Baca juga: Bupati Pati Sudewo Batal Dimakzulkan, Pendemo: DPRD Pengkhianat Rakyat
Dalam sidang yang dihadiri 49 dari total 50 anggota DPRD, hanya 13 anggota yang mengangkat tangan setuju Sudewo dimakzulkan.
Sementara itu, 36 anggota menolak pemakzulan dan memilih agar Bupati Sudewo diberi rekomendasi perbaikan kinerja.
Ketua DPRD Pati Ali Badrudin menegaskan bahwa jumlah dukungan tersebut jauh dari syarat dua pertiga suara yang dibutuhkan untuk melanjutkan proses pemakzulan.
“Dari jumlah tadi 13 berbanding 36, padahal untuk bisa menang menyampaikan pendapat atau disetujui itu adalah dua pertiga,” ujar Ali dalam rapat paripurna.
Dengan hasil itu, DPRD resmi menolak wacana pemakzulan dan hanya memberikan rekomendasi evaluasi dan perbaikan kinerja kepada Bupati Pati.
Dari tujuh fraksi di DPRD Pati, hanya Fraksi PDI Perjuangan yang menyatakan setuju agar Sudewo dicopot dari jabatannya.
Ali Badrudin menyebut, enam fraksi lainnya, yakni Gerindra, PKB, PPP, Golkar, Demokrat, dan PKS, sepakat menolak pemakzulan dan memilih langkah evaluatif.
“Fraksi PDIP Perjuangan menghendaki agar Pak Bupati dimakzulkan, akan tetapi ada enam fraksi yaitu Gerindra, PPP, PKB, Demokrat, PKS, dan Golkar yang menghendaki agar Bupati ini diberikan rekomendasi untuk perbaikan ke depan,” kata Ali.
Diketahui, PDIP memiliki 14 kursi di DPRD Pati, jumlah yang hampir sama dengan perolehan suara dukungan terhadap pemakzulan.
Momen Anggota DPRD Pati, saat mengacungkan tangan sebagai tanda setuju Bupati Pati, Sudewo dimakzulkan dalam rapat paripurna di DPRD Pati, Jumat (31/10/2025).Wacana pemakzulan Sudewo muncul setelah DPRD membentuk Pansus Hak Angket menindaklanjuti demo besar 13 Agustus 2025 yang menolak kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB-P2) hingga 250 persen.
Selain itu, pansus juga menyoroti sejumlah kebijakan seperti mutasi ASN, pemecatan pegawai RSUD Suwondo, serta penentuan proyek infrastruktur yang dinilai tidak transparan.
Sebagian anggota dewan menilai kebijakan tersebut melanggar aturan dan merugikan masyarakat.
Namun, mayoritas fraksi menilai pelanggaran itu masih bisa diperbaiki tanpa perlu pemberhentian jabatan.