KOMPAS.com - Ada kisah seorang mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) yang memilih untuk menjalani "Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama 15 tahun" demi ingin mengubah nasib warga desa.
Namanya, Muhammad Kasim Arifin yang berasal dari Langsa, Aceh. Ia pertama kali menginjakkan kaki di Waimital, Pulau Seram, Maluku pada 1964.
KKN sendiri dulunya bernama Program Pengerahan Mahasiswa, yang dilaksanakan sebagai bentuk pengabdian mahasiswa kepada masyarakat. Kegiatan tersebut umumnya dilaksanakan selama 1-3 bulan.
Namun, Kasim ingin membangun desa tersebut hingga berlanjut tinggal di desa tersebut selama 15 tahun. Ia bahkan sempat menolak ketika diminta oleh Rektor IPB untuk kembali ke kampus.
Lantas, seperti apa kisah Muhammad Kasim Arifin KKN 15 tahun?
Baca juga: Pakar IPB Peringatkan Bahaya Membungkus Ikan Pindang dengan Kertas Bekas
Kisah Kasim bermula ketika ia mendatangi salah satu daerah terpencil di Maluku dalam rangka menjalankan program KKN pada 1964.
Daerah tersebut adalah Waimital, yang terletak di Pulau Seram dan merupakan daerah tujuan transmigrasi di Maluku.
Kala terjun ke masyarakat, Kasim bersama teman-temannya fokus dalam memberikan edukasi.
Ia mengajarkan petani cara mengolah sawah, membantu masyarakat setempat, membuatkan irigasi bahkan hingga jalan desa.
Dalam dedikasinya kepada masyarakat, ia bahkan harus berjalan kaki sejauh 20 kilometer setiap harinya.
KKN yang ia jalanya seharusnya rampung hanya 3 bulan dan mahasiswa bisa kembali ke kampus. Namun, di saat teman-temannya telah kembali ke Bogor, Kasim memilih bertahan di Waimital.
Sebagaimana dilansir Antara, Senin (29/7/2024), Kasim merasa waktu 3 bulan yang dimilikinya untuk mendampingi masyarakat terlalu singkat dan belum cukup sehingga memutuskan untuk tidak kembali.
Baca juga: Cegah Diabetes, Berapa Batas Konsumsi Gula Harian? Ini Kata Ahli IPB
Kasim pun melanjutkan kehidupannya di Waimital sebagai petani dengan harapan dapat mengangkat taraf hidup masyarakat di sana.
Setelah 15 tahun berlalu, teman seangkatannya di kuliah telah diwisuda. Beberapa bahkan telah menjadi pejabat. Namun, Kasim masih berada di Waimital.
Rektor IPB saat itu, Andi Hakim Nasution memanggil Kasim untuk menyelesaikan kuliahnya, tetapi Kasim tak mengindahkan perintah tersebut.