JAKARTA, KOMPAS.com — Deadline penyelesaian daftar desakan masyarakat yang terangkum dalam 17+8 Tuntutan Rakyat sudah melewati batas waktu, yakni Jumat (5/9/2025).
Ketua BEM Kema Universitas Padjajaran Vincent Thomas menegaskan, masyarakat akan terus bergerak apabila 17+8 Tuntutan Rakyat tidak dipenuhi pemerintah.
Unpad yang merupakan bagian dari Kolektif 17+8 Indonesia Berbenah akan segera mengkaji langkah lanjutan.
Baca juga: Deadline 17+8 Tuntutan Rakyat 5 September, Akankah Dipenuhi Hari Ini?
"Yang jelas, langkah berikutnya, kami akan memastikan akan ada eskalasi tuntutan," kata Vincent kepada wartawan, Jumat.
Namun, dia menyebut eskalasi utamanya bukanlah dalam konteks unjuk rasa, melainkan eskalasi tuntutan.
"Selain dari tuntutan yang sekarang itu, masih banyak lagi masalah lainnya," kata dia.
Menurut dia, seluruh elemen masyarakat sipil membutuhkan waktu untuk melakukan konsolidasi kembali.
Meski begitu, Vincent menyebut masyarakat telah mendapat kemenangan kecil dari gelombang aksi yang terjadi.
"Kita lihat kan gerakan ini juga bisa berdampak. Kemarin Puan akhirnya mencabut tunjangan rumah DPR, anggota DPR tidak ada kunjungan kerja luar negeri," kata dia.
Menurut dia, hal-hal itu dapat menjadi bensin bagi semangat pergerakan rakyat ke depan untuk menagih tuntutan-tuntutan lain yang belum dipenuhi pemerintah.
Baca juga: Barang Jarahan dari Rumah Ahmad Sahroni Dikembalikan ke Keluarga
Senada, Ketua BEM KM UGM Tiyo Ardianto juga memastikan bahwa masyarakat dan mahasiswa di daerah luar Jakarta siap untuk menggelar aksi berskala nasional.
"Kami di daerah itu tidak tinggal diam. Kalau memang dibutuhkan, masih belum ada tanggapan serius atas tuntutan dari pemerintah, itu bisa terjadi (eskalasi skala nasional)," kata Tiyo.
Pihak-pihak yang dituju dalam 17+8 Tuntutan Rakyat meliputi Presiden Prabowo Subianto, DPR, partai politik, Polri, TNI, dan kementerian sektor ekonomi.
Lantas, bagaimana progresnya memenuhi tuntutan tersebut?
Bijak Memantau yang merupakan platform independen pemantau pemerintah juga menyajikan kanal untuk memantau progres pemenuhan 17+8 Tuntutan Rakyat.
Berdasarkan pantauan Kompas.com hingga Sabtu (6/9/2025) pukul 06.40 WIB, situs Bijak Memantau menyatakan 10 tuntutan berstatus “Baru mulai”, 4 tuntutan “Malah mundur”, 8 tuntutan “Belum digubris”, dan 3 tuntutan “Udah dipenuhi”. Anda dapat memantaunya di tautan berikut: https://bijakmemantau.id/tuntutan-178
Baca juga: Ini Tuntutan yang Disampaikan Ojol Saat Temui Gibran di Istana Wapres
Presiden Prabowo Subianto belum secara langsung menanggapi 17+8 Tuntutan Rakyat, tetapi sejumlah pejabatnya sudah merespons.
Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan memastikan aspirasi tersebut akan ditangani dengan bijaksana, terbuka, dan sesuai hukum.
"Seperti yang telah disampaikan Bapak Presiden, suara rakyat adalah bagian dari demokrasi yang harus kita dengarkan dengan hati yang jernih dan penuh rasa hormat," kata Budi Gunawan dalam keterangannya, Kamis (4/9/2025).
Penasihat Khusus Presiden Bidang Politik dan Keamanan, Wiranto, mengatakan, Prabowo mendengar semua tuntutan para demonstran meski tidak semua dari 17+8 itu akan dipenuhi dalam waktu sekejap mata.
“Tentunya tidak serentak ya semua dipenuhi, kalau semua permintaan dipenuhi kan juga repot ya," kata Wiranto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (4/9/2025).
"Tentu kita serahkan saja kepada Presiden yang saya tahu beliau sangat memperhatikan, sangat mendengarkan dan responsif ya terhadap apa yang diharapkan rakyat," imbuh dia.
Baca juga: Keluarga Ahmad Sahroni Tak Akan Proses Hukum Warga yang Kembalikan Barang Jarahan
Sementara itu, DPR merespons 17+8 Tuntutan Rakyat secara khusus lewat konferensi pers di Gedung DPR pada Jumat malam.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad membacakan enam poin keputusan hasil rapat konsultasi DPR pada sehari sebelumnya. Berikut adalah enam poin itu:
1. DPR RI menyepakati menghentikan pemberian tunjangan perumahan anggota DPR RI terhitung sejak tanggal 31 Agustus 2025.
2. DPR RI melakukan moratorium kunjungan kerja ke luar negeri DPR RI terhitung sejak tanggal 1 September 2025, kecuali menghadiri undangan kenegaraan.