PEKALONGAN, KOMPAS.com –Seorang buruh jahit harian lepas di Kabupaten Pekalongan, Ismanto (32), dihadapkan pada surat konfirmasi pajak terkait sebuah transaksi senilai Rp 2,9 miliar.
Dari transaksi itu, dia menerima tagihan pajak sebesar Rp 2,9 miliar dari petugas pajak pada Rabu (6/8/2025).
Surat yang diantar langsung oleh petugas pajak itu menjadi puncak kebingungan Ismanto, yang merasa Nomor Induk Kependudukannya (NIK) telah disalahgunakan untuk transaksi yang tidak pernah ia ketahui.
Kunjungan petugas pajak ke rumah Ismanto (32) yang menggegerkan publik Pekalongan bukanlah peristiwa yang terjadi seketika.
Kejadian ini merupakan puncak dari sebuah alur administrasi panjang yang akarnya berasal dari sebuah transaksi misterius yang terjadi empat tahun lalu, jauh dari sepengetahuan Ismanto.
Asal usul masalah ini terungkap dari penjelasan resmi Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pekalongan, Subandi.
Menurutnya, sistem di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah mencatat sebuah transaksi bernilai fantastis yang berlangsung pada tahun 2021.
Dalam data transaksi dengan sebuah perusahaan itu, tercatat Nomor Induk Kependudukan (NIK) milik Ismanto, yang sehari-harinya bekerja sebagai buruh jahit harian lepas.
"Berdasarkan data dari Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak pada tahun 2021, tercatat bahwa NIK (Nomor Induk Kependudukan) milik Ismanto digunakan dalam transaksi dengan salah satu perusahaan," jelas Subandi dikutip TribunJateng.
Data transaksi senilai Rp 2,9 miliar inilah yang menjadi pemicu. Informasi tersebut kemudian diteruskan dari sistem pusat ke kantor pajak daerah, dalam hal ini KPP Pratama Pekalongan, untuk ditindaklanjuti.
"Dalam data administrasi kami, terdapat transaksi atas nama yang bersangkutan senilai Rp 2,9 miliar, itu nilai transaksinya, bukan pajaknya," ujar Subandi.
Mengikuti standar operasional prosedur (SOP), KPP Pratama Pekalongan wajib melakukan verifikasi atau klarifikasi langsung ke lapangan untuk memastikan kebenaran data wajib pajak.
Langkah inilah yang akhirnya membawa tim yang terdiri dari empat orang petugas pajak, lengkap dengan surat tugas resmi, ke rumah sederhana Ismanto di Desa Coprayan pada Rabu (6/8/2025).
"Kedatangan kami ke rumah wajib pajak hanya untuk mencari kejelasan. Apakah benar wajib pajak yang melakukan transaksi tersebut? Bisa jadi NIK-nya dipinjam. Kami ingin tahu kebenarannya," ujar Subandi, menegaskan tujuan kunjungan tersebut.
Subandi mengatakan, di Pekalongan, kejadian seperti ini bukan kali pertama. Banyak kasus serupa di mana nama dan NIK masyarakat digunakan tanpa sepengetahuan mereka," lanjut Subandi.