MANOKWARI, KOMPAS.com - Septinus Andreas Sesa mengembuskan napas terakhir saat dalam perjalanan menuju Rumah Sakit TNI AL Manokwari, Papua Barat, pada Kamis malam, tanggal 28 Agustus 2025.
Septinus memang memiliki riwayat sakit, tetapi malam itu dadanya terasa sesak ketika kepulan asap perih dari tembakan gas air mata polisi masuk ke dalam rumahnya saat ia dan Selina Welmince, istri Septinus, sedang mengobrol ringan di ruang belakang.
"Bapak, waktu malam itu sekitar pukul 21.00 WIT, meminta mama agar membereskan jualan pinang di depan karena ada rencana aksi, lalu kami berdua duduk di ruang belakang rumah," kata Welmince, istri Septinus, saat ditemui KOMPAS.com di rumahnya, Jumat (5/9/2025).
Welmince menuturkan, suaminya pada malam itu hendak mengikuti latihan di gereja, tetapi ada desas-desus mengenai aksi.
Baca juga: Aksi Demo Damai di Manokwari, Massa Menuntut TNI Kembali ke Barak dan Polri Dievaluasi
Suaminya kemudian kembali mengingatkan dia dan anak-anak yang sedang berjualan pinang di depan Jalan Yossudarso supaya kembali ke rumah.
"Waktu gas air mata itu terasa di dalam rumah, bapak merasa sesak. Saya sempat inisiatif mengambil air agar bapak minum, tetapi keadaan sudah tidak bisa hingga larut malam. Bapak merasa harus dibawa ke rumah sakit," kata Welmince.
Aksi telah reda, tetapi sisa gas air mata masih terasa bagi warga di dekat jalan tersebut.
Merasa keadaan tak bisa ditahan, ia memanggil anak-anak untuk mencari kendaraan supaya membawa sang bapak ke rumah sakit.
"Sudah larut malam, tidak ada kendaraan umum yang kami dapat. Hanya saja, kami minta tolong ke tetangga, kemudian bapak dimuat dengan mobil pikap ke Rumah Sakit Angkatan Laut," kata Merry Sesa, anak dari almarhum Septinus.
Setibanya di ruangan unit gawat darurat, petugas melakukan pemeriksaan dan ternyata Septinus sudah tak bernyawa.
Baca juga: Polda Papua Barat Buru Provokator Aksi yang Resahkan Warga Manokwari
"Petugas memeriksa bapak, saya lihat cek di mata, katanya bapak sudah tak bernyawa," ucap Merry.
Merry lalu meminta sopir mobil pikap kembali ke rumah untuk memberitahukan kepada ibunya bahwa bapak telah mengembuskan napas terakhirnya.
"Sekitar pukul 05.00 dini hari kami di rumah sakit, tapi bapak sudah tak bisa tertolong sehingga saya masih urus administrasi, sedangkan pak sopir kami minta tolong untuk kasih tahu mama di rumah," ucapnya.
Merry juga mengaku bahwa keadaan awal aksi hingga penembakan gas air mata terasa hingga badannya perih.
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Papua, Frits Ramandey, membenarkan pihaknya telah berada di Manokwari untuk melakukan pemeriksaan terkait rangkaian aksi, terutama peristiwa pada malam 28 Agustus.