Frits Ramandey menjelaskan bahwa pihaknya akan melakukan investigasi lebih lanjut guna mengungkapkan secara jelas rangkaian peristiwa.
Ia menegaskan, Komnas HAM sejak awal sudah berada di Manokwari untuk memantau situasi, bahkan ketika jenazah korban masih berada di rumah duka.
"Sejak awal kejadian, kami sudah bekerja di sini. Hari ini kami melakukan pendalaman terhadap peristiwa tanggal 28–30, termasuk mendengarkan kesaksian istri korban dan sejumlah saksi lain," ujar Frits kepada wartawan di Manokwari, Sabtu (6/9/2025).
Baca juga: Data Korban Kerusuhan Agustus Masih 10 Orang, Komnas HAM Terus Cek ke Lapangan
Selain itu, Komnas HAM juga berkoordinasi dengan Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Mabes Polri yang melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) di beberapa titik kerusuhan, bersama Kapolresta Manokwari.
Frits menyebutkan bahwa saat ini Komnas HAM belum membentuk Tim Pencari Fakta (TPF), tetapi tengah memverifikasi kronologi, titik-titik aksi, serta faktor-faktor yang berkaitan langsung dengan kematian Septinus.
Mereka juga berencana bertemu dokter untuk memastikan penyebab kematian korban.
"Kami ingin melihat keterkaitan antara lokasi kejadian dengan keterangan yang sudah diperoleh," ucapnya.
Ia menekankan bahwa kerusuhan ini bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri, melainkan bagian dari rangkaian aksi di sejumlah wilayah, seperti Sorong, Jayapura, Wamena, hingga Nabire.
Gerakan solidaritas masyarakat, menurutnya, menjadi dorongan kuat bagi Komnas HAM untuk memastikan penanganan kasus berjalan transparan.
Komnas HAM menargetkan hasil temuan awal dapat dipublikasikan dalam waktu dekat.
"Kami ingin semua ini terang benderang. Karena itu, kami juga akan meminta keterangan dari Polda dan Polres terkait penanganan peristiwa tanggal 28 serta pasca-kejadian," ujarnya.
Kabid Humas Polda Papua Barat Kombes Pol Ignatius Benny Prabowo mengatakan pihak keluarga tak ingin Septinus diotopsi.
"Pihak keluarga menolak untuk dilakukan otopsi sehingga dari Tim Investigasi Medis Polda Papua Barat belum bisa memberikan keterangan penyebab meninggalnya yang bersangkutan,” tambah Kabid Humas.
Pada tanggal 28 Agustus terjadi aksi spontan dari warga Arkuki dan Wirsi, Distrik Manokwari Barat, Kabupaten Manokwari, di kawasan Jalan Yossudarso Manokwari.
Warga membakar ban dan menutup akses jalan tersebut hingga menyita perhatian masyarakat dan kepolisian.
Aksi itu buntut dari pemindahan salah satu dari empat tahanan politik di Sorong yang disidangkan di Pengadilan Makassar, Sulawesi Selatan.
"Aksi pemalangan jalan ini dilakukan agar aktivis NRFPB, sdr. Yan Manggaprouw, yang ditangkap di Kota Sorong, dibebaskan. Aksi ini juga dilakukan agar 4 tahanan politik NRFPB tidak dipindahkan dari Kota Sorong ke Makassar, Sulawesi Selatan," kata Kabid Humas.
"Kami belum dapat memastikan bahwa yang bersangkutan itu korban karena dia tidak menjadi bagian dari massa. Almarhum adalah seorang PNS yang pada saat itu pulang dari latihan paduan suara di gereja dan setelah sampai di rumah, kemudian membantu istrinya menyiapkan jualan pinang di depan rumahnya," ujar Kabid Humas.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini