KOMPAS.com - Halloween, yang dirayakan setiap 31 Oktober, identik dengan kostum menyeramkan, pesta, dan kegiatan trick or treat.
Banyak orang hanya menilainya sebagai festival hantu yang berasal dari Amerika, kemudian menyatu dengan budaya modern.
Di balik keseruan tersebut, Halloween sebenarnya memiliki sejarah panjang dan makna spiritual.
Baca juga: Bolehkah Umat Islam Merayakan Halloween? Ini Penjelasan Menurut Perspektif Syariat
Halloween berasal dari festival Samhain, perayaan keagamaan masyarakat Celtic kuno di Inggris dan Irlandia yang menandai awal tahun baru.
Masyarakat Celtic percaya bahwa pada malam itu, roh orang yang telah meninggal akan kembali mengunjungi dunia manusia.
Sehingga, mereka menyalakan api unggun di puncak bukit yang diyakini bisa mengusir roh jahat.
Mereka juga memakai topeng, berharap tidak dikenali oleh para hantu.
Pada abad ke-7 Masehi, Paus Bonifasius IV menetapkan 1 November sebagai Hari Raya Semua Orang Kudus (All Saints’ Day).
Malam sebelumnya dikenal sebagai All Hallows’ Eve, yang akhirnya menjadi Halloween.
Tradisi ini dibawa oleh imigran Irlandia ke Amerika Serikat pada abad ke-19 dan berkembang menjadi fenomena budaya populer yang dikenal hingga saat ini.
Hari Halloween di Amerika Serikat populer pada abad ke-20, khususnya di kalangan anak muda.
Hal itu karena adaptasi tradisi trick or treat dari Inggris, yang memperbolehkan orang miskin meminta makanan berupa kue jiwa (soul cake).
Baca juga: Cek Kalender, Perayaan Diwali 2025 pada 21 Oktober: Festival Cahaya yang Diperingati Umat Hindu
Trick or treat hanyalah salah satu kegiatan umum yang dilakukan saat Halloween. Perayaan ini memiliki beberapa kegiatan ikonik.
Tradisi ini awalnya menggunakan lobak di Irlandia.
Legenda Stingy Jack menceritakan seorang pria yang menipu setan dan dikutuk untuk berkeliling dunia dengan lentera dari lobak.