KOMPAS.com - Rencana pembentukan family office di Indonesia kembali menjadi perbincangan hangat setelah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan penolakannya untuk membiayai proyek tersebut menggunakan dana negara.
Pernyataan ini memunculkan kembali perdebatan seputar konsep dan urgensi proyek yang diinisiasi oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan.
Apa Itu Family Office dan Bagaimana Konsepnya?
Family office merupakan perusahaan swasta yang dibentuk untuk mengelola kekayaan, investasi, serta kebutuhan finansial keluarga super kaya.
Tujuan utamanya adalah menjaga, mengembangkan, dan mendistribusikan kekayaan lintas generasi. Konsep ini sebenarnya sudah lama populer di negara-negara seperti Singapura dan Hong Kong. Namun, syaratnya, dana tersebut harus diinvestasikan pada berbagai proyek nasional.
"Mereka tidak dikenakan pajak tapi harus investasi, dan dari investasi nanti akan kita pajaki," ujar Luhut melalui akun Instagram resminya pada Juli 2024.
Sebagai ilustrasi, seorang investor bisa menempatkan dana sebesar 10 juta hingga 30 juta dolar AS di Indonesia.
Dana itu kemudian akan diputar ke berbagai proyek strategis seperti hilirisasi industri, pengembangan rumput laut (seaweed), dan sektor lainnya.
Luhut menegaskan bahwa skema ini akan membantu meningkatkan investasi, menciptakan lapangan kerja, serta memperkuat perekonomian nasional.
Mengapa Pemerintah Ingin Mendirikan Family Office?
Ide pembentukan family office pertama kali dicetuskan Luhut saat masih menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Saat itu, ia mengusulkan agar Bali dijadikan sebagai pusat (hub) family office di kawasan Asia, seperti halnya Hong Kong dan Singapura.
Dalam berbagai kesempatan, Luhut mengungkapkan bahwa sudah ada beberapa konglomerat asing yang tertarik mendaftar program tersebut.
Menurutnya, potensi dana kelolaan yang bisa masuk ke Indonesia mencapai ratusan miliar dolar AS. Hal ini juga disampaikan oleh Sandiaga Uno yang kala itu menjabat sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
"Kalau Indonesia bisa menarik 5 persen saja dari total 11,7 triliun dolar AS dana kelolaan family office di dunia, maka itu setara dengan 500 miliar dolar AS dalam beberapa tahun ke depan," ujar Sandiaga usai rapat bersama Presiden Jokowi pada Juli 2024.
Ia menilai, peluang ini bisa menjadi tambahan penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa mendatang.
Mengapa Proyek Ini Belum Terlaksana?
Meski gagasan family office telah digulirkan sejak 2024, hingga kini proyek tersebut belum terealisasi.
Luhut menyebut bahwa rencana tersebut masih dalam tahap finalisasi dan menunggu persetujuan dari Presiden Prabowo Subianto. Ia berharap, pembentukan family office dapat dimulai tahun ini.
"Masih berjalan, kita lagi kejar terus. Kita harap bisa segera diputuskan Presiden. Kita harap tahun ini harus bisa (beroperasi)," ujar Luhut di Bursa Efek Indonesia pada Juli 2025.
Ia menegaskan bahwa Indonesia tidak boleh tertinggal dari negara tetangga seperti Malaysia yang telah lebih dahulu memiliki lembaga serupa.
Menariknya, Luhut juga sempat mengaku meminta masukan dari berbagai pihak, termasuk investor global seperti Ray Dalio, serta memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan seperti ChatGPT dan DeepSeek untuk merancang strategi pembentukan family office yang ideal.
Sementara itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa dirinya tidak keberatan terhadap rencana pembentukan family office, namun menolak penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk mendanai proyek tersebut.
Ia menilai, proyek seperti itu seharusnya dibiayai oleh pihak swasta atau lembaga terkait yang memiliki kepentingan langsung.
"Biar saja. Kalau DEN bisa bangun sendiri, ya bangun aja sendiri. Saya anggarannya enggak akan alihkan ke sana," tegas Purbaya saat ditemui di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Senin (13/10/2025).
Ia menambahkan bahwa fokus penggunaan APBN harus tetap pada program-program yang memiliki dampak langsung terhadap perekonomian masyarakat.
Menurutnya, setiap alokasi dana negara harus memenuhi prinsip tepat sasaran, tepat waktu, dan tidak rawan kebocoran.
"Saya fokus. Kalau kasih anggaran yang tepat, nanti pas pelaksananya, tepat waktu, tepat sasaran, dan nggak ada yang bocor," ucapnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Apa Itu Family Office yang Dicetuskan Luhut dan Ditolak Purbaya Pakai Dana APBN?".
https://www.kompas.com/kalimantan-barat/read/2025/10/14/131500188/mengenal-family-office--didorong-luhut-jalan-tahun-ini-purbaya