JAKARTA, KOMPAS.com - Pergantian Sri Mulyani Indrawati dengan Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan menandai babak baru pengelolaan anggaran negara di tengah tantangan ekonomi global dan domestik.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sendiri tengah bersiap menyelesaikan berbagai pekerjaan rumah usai dirinya resmi menggantikan Sri Mulyani Indrawati.
Purbaya mengungkapkan, selama di bawah kepemimpinan Sri Mulyani, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berhasil menjaga stabilitas ekonomi nasional. Padahal, masalah ekonomi yang dilewati cukup kompleks.
"Ini semua tidak mungkin tercapai tanpa kerja keras dan tingkatan yang solid dari seluruh jajaran Kemenkeu. Saat sibuk menghadapi krisis, Kemenkeu juga tidak berhenti melakukan reformasi. Justru kita memanfaatkan krisis untuk mendorong perubahan struktural," ujarnya saat acara Serah Terima Jabatan di kantornya, Jakarta, Selasa (9/9/2025).
Baca juga: Luhut Yakin Menkeu Purbaya Bisa Bantu Prabowo Ciptakan Lapangan Kerja
Namun, meski segala tantangan itu telah dilewati, Purbaya bilang, masih banyak pekerjaan rumah yang menunggu untuk segera diselesaikan.
Mengingat perekonomian global saat ini tengah menghadapi tantangan yang besar, mulai dari perlambatan ekonomi global, ketegangan geopolitik antara Israel dan Palestina yang masih berlangsung, perubahan iklim, hingga pesatnya perkembangan teknologi.
"Banyak mimpi yang sudah terwujud, tetapi masih banyak juga pekerjaan rumah yang harus kita selesaikan," kata Purbaya.
Lantas apa saja pekerjaan rumah yang perlu segera diselesaikan Menteri Keuangan baru?
Baca juga: 5 PR Berat Menkeu Purbaya: Dari Pajak, Grey Economy, hingga Janji Tak Ada Kebijakan Aneh-aneh
Ekonom Center of Reform on Economic atau CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan, pekerjaan rumah untuk Menteri Keuangan baru tidak ringan. Tantangan terbesar yang dihadapi ialah mengembalikan kredibilitas fiskal yang sempat terganggu.
Mengingat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) muncul lebih cepat dari biasanya, sementara penerimaan pajak anjlok cukup dalam pada paruh pertama 2025.
Kondisi ini membuat pasar finansial bereaksi sensitif, dengan risiko pelemahan rupiah dan volatilitas pasar keuangan yang semakin besar jika tidak ada langkah cepat dan transparan dari pemerintah.
"Tanpa langkah cepat yang transparan, risiko pelemahan rupiah dan volatilitas pasar keuangan bisa semakin besar," ujarnya kepada Kompas.com, Selasa (9/9/2025).
Baca juga: Luhut Yakin Menkeu Purbaya Bisa Bantu Prabowo Ciptakan Lapangan Kerja
Kemudian, strategi penerimaan pajak perlu direformasi secara menyeluruh. Namun, dia menolak opsi menaikkan tarif pajak yang justru dapat menekan daya beli masyarakat, terutama di tengah pelemahan ekonomi.
Menurutnya, penerimaan pajak dapat dioptimalkan melalui intensifikasi dan perluasan basis pajak agar sistem perpajakan menjadi lebih adil dan efisien.
Sementara dari sisi belanja, pemerintah perlu memangkas pengeluaran non-produktif dan mengalihkan anggaran ke sektor riil.
Yusuf menambahkan, pekerjaan rumah lain yang mendesak untuk diselesaikan ialah soal restrukturisasi utang. Sebab, beban bunga utang semakin menekan keuangan negara.
"Negosiasi ulang utang luar negeri dan penerbitan instrumen ramah lingkungan bisa menjadi opsi untuk menarik investor tanpa memperburuk risiko fiskal," ucapnya.
Baca juga: Menkeu Purbaya Janji Tak Bikin Kebijakan Fiskal yang Aneh-aneh
Terakhir dari sisi pertumbuhan, Menteri Keuangan baru perlu mengintegrasikan kebijakan fiskal dengan agenda strategis Prabowo seperti swasembada pangan dan investasi hijau, agar pertumbuhan ekonomi lebih inklusif sekaligus tahan terhadap guncangan global.
Namun, semua ini hanya dapat berjalan jika ada transparansi dan akuntabilitas yang kuat dalam pengelolaan APBN.
"Transparansi ini juga salah satunya bisa diwujudkan dengan kembali merilis dokumen APBN secara terbuka, sebagai bagian dari proses check and balance untuk memastikan praktik good governance," tukasnya.
Baca juga: PR Menkeu Purbaya Menurut Apindo: Ekonomi Melandai hingga Pajak