JAKARTA, KOMPAS.com - Fenomena "job hugging" kini marak di kalangan anak muda, khususnya pekerja Gen Z.
Job hugging adalah mempertahankan pekerjaan demi kesejahteraan, karena mereka tidak yakin akan masa depan.
Dikutip dari Forbes, Rabu (24/9/2025), di tengah PHK besar-besaran, melonjaknya harga, dan kondisi ekonomi yang menantang, kekhawatiran dan kecemasan di tempat kerja mencapai titik tertinggi.
Baca juga: Pasar Kerja Lesu, Tren Job Hugging Makin Menguat di Kalangan Sarjana
Ilustrasi gen Z di kantor. Dengan begitu banyaknya ketidakpastian ekonomi, semakin banyak pekerja yang merasa bahwa job hugging dan tetap bertahan lebih aman daripada mengambil lompatan tak terduga untuk mendapatkan peluang baru.
Ketidakpastian pekerjaan menimbulkan ancaman, meningkatkan kekhawatiran dan kecemasan, serta berdampak lebih besar pada kesehatan Anda daripada kehilangan pekerjaan.
Namun, ketidakpastian adalah bagian tak terelakkan dari karier kita. Tidak seorang pun dari kita tahu masa depan, jadi kita harus menjalaninya dalam jumlah tertentu.
Berpegang teguh pada pola bertahan dengan prediktabilitas adalah respons alami ketika pekerjaan Anda dipertaruhkan.
Baca juga: Fenomena “Job Hugging”, Dilema Anak Muda Bertahan di Pekerjaan yang Bukan Cita-citanya
Menurut Jennifer Schielke, CEO dan salah satu pendiri Summit Group Solutions, serta penulis buku Leading for Impact: The CEO's Guide to Influencing with Integrity, job hugginhg menciptakan ilusi loyalitas, tetapi sebenarnya stagnasi.
"Tren PHK yang muncul setelah apa yang diantisipasi sebagai masa pemulihan dari periode Covid memperparah kurangnya keamanan di pasar yang sudah terdampak," kata Schielke.