JAKARTA, KOMPAS.com - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mencatat sebanyak 70 persen kunjungan Presiden Prabowo Subianto selama setahun menjabat dilakukan ke luar negeri.
Peneliti Continuum Indef Wahyu Tri Utomo menyebut pola ini berbeda dari pendahulunya, Joko Widodo, yang pada tahun pertamanya lebih banyak berkunjung ke dalam negeri.
"Presiden Prabowo menunjukkan jangkauan yang jauh lebih global. Selain Asia, fokusnya meluas signifikan ke Eropa, Timur Tengah, dan Amerika," kata Wahyu dalam Diskusi Publik Evaluasi 1 Tahun Prabowo-Gibran di Bidang Ekonomi, Kamis (23/10/2025).
Baca juga: Ekonom Indef Beberkan Alasan Prabowo Pilih Purbaya Jadi Menkeu
Ia menilai tingginya intensitas kunjungan luar negeri Prabowo mencerminkan strategi geopolitik baru yang menempatkan Indonesia sebagai pemain aktif di berbagai kawasan.
Sementara itu, pada tahun pertama pemerintahan Joko Widodo, sekitar 75 persen aktivitas kunjungan dilakukan di dalam negeri, dengan fokus pada pembangunan infrastruktur dan pelaksanaan program ekonomi domestik.
"Pak Prabowo sampai ke tiga benua, Eropa, Amerika, kemudian Asia. Sedangkan Pak Jokowi pada tahun pertamanya masih banyak di sekitaran Asia," ucap Wahyu.
Direktur Pengembangan Big Data Indef Eko Listiyanto menambahkan arah diplomasi ekonomi di era Prabowo terlihat lebih ofensif ke luar negeri. Ia menyebut aktivitas tersebut menghasilkan sejumlah kesepakatan strategis, terutama dengan Amerika Serikat, China, dan BRICS.
"AS dan China adalah dua mitra dagang utama kita. Sekarang China menjadi mitra dagang terbesar, lalu disusul AS," ujar Eko.
Baca juga: Ekonom INDEF: Stabilitas Ekonomi Butuh Empati dan Keadilan Hukum
Menurut Eko, kinerja perdagangan Indonesia dengan AS saat ini cenderung surplus, sedangkan dengan China masih defisit. Kondisi itu menunjukkan perlunya strategi berbeda dalam menjaga keseimbangan hubungan dagang kedua negara.
"Dengan situasi seperti ini, dua negara ini tetap penting bagi kita, tapi perlu ada pembedaan pendekatan," katanya.
Eko menilai Indonesia juga perlu memperluas pasar ekspor di luar mitra tradisional untuk mengurangi ketergantungan pada AS dan China.
Terkait BRICS, Eko menyoroti peran dominan China di dalam blok tersebut. BRICS menguasai sekitar 40 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) global, dan 70 persen di antaranya berasal dari China.
"Secara geopolitik, arah BRICS akan banyak ditentukan oleh agenda China," ujar Eko.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang