CANBERRA, KOMPAS.com - Australia akan mengakui Palestina sebagai sebuah negara di Sidang PBB yang akan digelar September nanti, yang menjadi sebuah tonggak sejarah baru.
Keputusan ini menjadi sejalan bagi negara-negara tetangganya di Asia Tenggara, seperti Indonesia.
Tapi, perubahan sikap ini tidak sesuai dengan kebijakan di kebanyakan negara-negara di kawasan Pasifik, yang lebih dekat dengan Israel dan Amerika Serikat dengan didasari alasan bantuan, pembangunan, dan agama.
Baca juga: PM Albanese: Australia Akan Mengakui Negara Palestina
Lantas bagaimana perubahan sikap Australia akan berdampak bagi hubungannya dengan negara-negara di kawasan Asia Pasifik?
Pemerintah Indonesia menyambut keputusan Australia dengan menyebutnya sebagai sebuah "keberanian".
"Kita sambut baik langkah penting Australia untuk mengakui negara Palestina. Keputusan tersebut menunjukkan keberanian dan komitmen Australia terhadap penegakan hukum internasional," kata Wakil Menteri Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir, kepada RRI, Selasa (12/8/2025).
Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam sudah mengakui Palestina sebagai negara sejak mereka mendeklarasikan kemerdekaannya di tahun 1988.
Namun, Asia Tenggara tidak selalu bersatu untuk isu Palestina.
"Sudah ada beberapa perpecahan di dalam blok (Asia Tenggara) terkait Palestina, dengan negara-negara seperti Myanmar dan Laos kurang vokal, sementara Malaysia, Indonesia, dan Filipina merupakan pendukung kuat," kata Dr Muhammad Zulfikar Rakhmat dari Centre of Economic and Law Studies (CELIOS) di Jakarta.
Indonesia adalah negara yang aktif mendukung Palestina. khususnya untuk bantuan kemanusiaan, tetapi menurut Dr Zulfikar Indonesia belum mengambil sikap yang lebih tegas seperti menuntut diakhirinya genosida yang dilakukan Israel.
"Salah satu alasannya adalah kebijakan luar negeri Indonesia yang relatif pragmatis, yang memprioritaskan stabilitas dan hubungan ekonomi, terutama dengan negara-negara besar di kawasan," jelasnya.
"Apa yang dapat dilakukan Indonesia, dan juga dapat dilakukan oleh negara-negara lain di Asia Tenggara, adalah memanfaatkan kekuatan kolektif untuk mendorong sanksi yang lebih kuat terhadap Israel dan mengadvokasi pergeseran menuju perdamaian yang lebih adil dan langgeng, misalnya melalui gerakan boikot, divestasi, dan sanksi (BDS) internasional," jelasnya.
Baca juga: Australia Akan Akui Palestina, Selandia Baru Pertimbangkan Langkah Serupa
Salah satu advokat terkuat untuk memperjuangkan Palestina di Asia Tenggara bisa jadi negara Malaysia.
Mereka menolak semua bentuk diplomatik, termasuk yang tidak resmi, dengan Malaysia dan sudah melarang siapapun yang bepergian dengan paspor Israel masuk ke negaranya, ujar Dr Mary Ainslie dari University of Nottingham.