CANBERRA, KOMPAS.com - Apsara Raj fasih berbahasa Inggris, tetapi Pemerintah Australia tampaknya tidak mempercayai kemampuannya.
Tidak peduli bahwa bahasa Inggris adalah bahasa pertamanya, atau ia sudah tinggal dan bekerja di Australia selama 13 tahun.
Aspara tetap harus membuktikan kemampuan bahasanya setiap kali mengajukan visa baru di Australia.
Baca juga: Trump Kaget Presiden Liberia Jago Bahasa Inggris, padahal...
"Saya menghabiskan hampir 3.000 dollar (Rp 32 juta) hanya untuk mengikuti tes bahasa Inggris," katanya, yang mengatakan sudah ikut sebanyak enam tes.
"Bagaimana mungkin ketika skor saya selalu tertinggi tapi saya harus terus-menerus membuktikan fasih berbahasa Inggris?" jelasnya.
Aspara mengatakan, seringkali ia mengalami kerumitan untuk mendapatkan visa Australia, seperti dialami juga oleh banyak migran lainnya.
Perlunya mengikuti tes bahasa Inggris sampai berulang-ulang sebagian besar disebabkan karena sertifikat memiliki batas waktu atau "kedaluwarsa", begitu juga dokumen visa lainnya, seperti laporan kesehatan dan surat keterangan baik polisi, yang hanya berlaku beberapa tahun.
"Beberapa di antaranya memang masuk akal," kata Asdpara, yang berkewarganegaraan Malaysia.
"Tapi kalau kamu bisa berbicara bahasanya (Inggris) dan menguasainya dengan sangat baik, dan sudah menyatakan kalau itu bahasa pertama kita, seharusnya kita tidak harus terus-menerus melakukan tes."
Pemerintah Australia mengatakan syarat ini dibutuhkan untuk mengatur kemungkinan "risiko imigrasi" dan memastikan warga negara asing dapat berpartisipasi penuh dalam kehidupan bermasyarakat Australia.
Setiap visa memerlukan standar atau nilai bahasa Inggris yang berbeda, dan untuk membutikannya pemohon butuh keluar uang lebih dari 400 dollar Australia (Rp 4,3 juta) lewat salah satu dari sembilan tes yang diakui di Australia.
Kementerian Dalam Negeri Australia tidak secara langsung menjawab pertanyaan tentang mengapa sertifikat bahasa Inggris bisa ada batas waktu.
Tapi "kedaluwarsa" bukan satu-satunya kekhawatiran yang disampaikan para migran kepada ABC.
"(Tes-tes tersebut) memberikan beban finansial yang besar bagi para migran. Tes-tes tersebut membebani mereka. Tes-tes tersebut menghalangi mereka untuk memasuki dunia kerja," ujarnya.
"Sementara itu, tes-tes ini menjadi sumber keuntungan ekonomi bagi para pelaku industri yang terlibat dalam melakukan tes tersebut."
Menurutnya juga ada perbedaan dalam kemampuan berbahasa Inggris sehari-hari dan apa yang sebenarnya dites.
Ini artinya peserta tes bahasa Inggris bisa saja lulus tes, "tanpa harus memiliki tingkat kemampuan berbahasa Inggris yang memadai".
Baca juga: Kisah Perempuan Adat Meksiko yang Terkurung 12 Tahun di RSJ AS karena Tak Bisa Bahasa Inggris