DEN HAAG, KOMPAS.com – Mahkamah Pidana Internasional (ICC) menolak permintaan Israel untuk mencabut surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant.
Keputusan ini diumumkan pada Rabu (16/7/2025) dan dipublikasikan di situs resmi ICC.
Sebelumnya, Israel mengajukan permintaan tersebut sebagai bagian dari upaya untuk menggugat yurisdiksi ICC atas penyelidikan dugaan kejahatan perang dalam konflik di Gaza.
Baca juga: Trump Dinominasikan Raih Nobel Perdamaian oleh Netanyahu
Namun, hakim-hakim ICC menyatakan bahwa tantangan terhadap yurisdiksi tersebut masih dalam proses dan belum menjadi dasar untuk membatalkan surat perintah penangkapan yang sudah dikeluarkan.
“Permintaan Israel ditolak karena keberatan atas yurisdiksi masih dalam tahap peninjauan, dan surat perintah akan tetap berlaku hingga ada keputusan substantif mengenai hal tersebut,” demikian bunyi keputusan yang tertanggal 9 Juli.
Selain itu, hakim juga menolak permintaan Israel untuk menangguhkan penyelidikan ICC secara keseluruhan terhadap dugaan kejahatan di wilayah pendudukan Palestina.
Pada April lalu, majelis banding ICC memang sempat meminta panel tingkat bawah untuk mempertimbangkan kembali keberatan Israel soal yurisdiksi.
Namun, dalam putusan terbaru ini, hakim menyatakan bahwa belum ada alasan hukum untuk mencabut surat penangkapan sementara proses itu masih berjalan.
Baca juga: Warga Israel Beralih Dukung Hamas, Desak Netanyahu Akhiri Perang Gaza
Keputusan ICC ini diambil di tengah tekanan internasional yang semakin meningkat. Awal bulan ini, penasihat hukum senior Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, Reed Rubinstein, menyampaikan ancaman terbuka kepada badan pengawas ICC.
Ia menegaskan bahwa “semua opsi ada di atas meja” dan Amerika Serikat akan menggunakan “segala instrumen diplomatik, politik, dan hukum yang tepat” untuk menghentikan apa yang disebutnya sebagai “kelebihan wewenang” ICC.
Pernyataan keras itu disampaikan sesaat sebelum pemerintahan Presiden Donald Trump mengumumkan sanksi terhadap Francesca Albanese, pelapor khusus PBB untuk wilayah Palestina.
Sanksi tersebut dijatuhkan tak lama setelah Albanese merilis laporan tajam pada 30 Juni yang menuduh lebih dari 60 perusahaan – termasuk raksasa teknologi seperti Google, Amazon, dan Microsoft – terlibat dalam terlibat membiayai “genosida” Israel di Gaza.
Sementara itu, upaya Israel untuk membatalkan proses hukum terhadap para pejabatnya di ICC sejauh ini belum menunjukkan hasil.
Baca juga: Dianggap Sebabkan Perpecahan, Netanyahu Diminta Mundur oleh Eks PM Israel
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini