MANILA, KOMPAS.com - Cocoy, seorang pelaut asal Filipina, mengenang pengalamannya yang tak terlupakan di Laut Merah pada 6 Juli lalu.
Ketika dia sedang beristirahat di kabin kapal kargo Magic Seas, kapten mengumumkan peringatan melalui interkom, "Kita diserang!"
Sontak waktu istirahatnya buyar seketika. Pria berusia 38 tahun itu sempat bingung setelah mendengar suara seperti letusan dari dalam kapal.
Belakangan, dia sadar suara itu berasal dari tembakan antara petugas keamanan kapal dan pemberontak Houthi yang menyerbu menggunakan perahu kecil.
Serangan tersebut sekaligus menjadi akhir dari jeda beberapa bulan dalam rangkaian serangan Houthi dari Yaman terhadap kapal-kapal di Laut Merah, sebagaimana dilansir AFP, Jumat (18/7/2025).
Baca juga: Trik Kapal di Laut Merah Agar Selamat dari Serangan Houthi
Begitu alarm berbunyi, para awak kapal bergegas menuju titik kumpul di bagian tengah kapal, lokasi yang dianggap paling aman jika terjadi ledakan atau proyektil menghantam kapal.
"Ada kepanikan, tapi kami tahu harus bergerak. Rasanya seperti sedang autopilot," ujar Cocoy kepada AFP dan meminta hanya dipanggil dengan nama panggilannya.
Dari 22 orang di atas kapal, 17 di antaranya warga Filipina. Para kru tampak kebingungan. Namun mereka segera melaksanakan tugas sesuai protokol keselamatan.
"Ada speedboat dari kanan, kiri, dan belakang kapal. Bahkan ada kapal lebih besar dengan sekitar 15 orang yang mencoba naik. Untungnya, penjaga bersenjata kami berhasil menahan mereka," tutur Cocoy.
Selama hampir lima jam, semua kru bertahan di titik kumpul sedangkan tiga petugas keamanan asal Sri Lanka berusaha menahan serangan.
Baca juga: Houthi Lanjutkan Serangan terhadap Kapal di Laut Merah, Tujuannya Masih Sama
Menurut juru bicara Houthi, serangan itu melibatkan lima rudal balistik dan jelajah, serta tiga drone. Salah satu rudal bahkan menembus lambung kapal.
"Air mulai masuk, jadi kami memutuskan meninggalkan kapal," ucap Cocoy. Semua awak kemudian menaiki sekoci penyelamat dan meninggalkan Magic Seas.
Cocoy mengaku perjalanan kali ini adalah pelayaran pertamanya melalui Laut Merah, meskipun ia telah berlayar lebih dari 15 tahun.
Ia menyebut pengalaman itu sebagai pengalamannya yang sangat buruk.
"Selama baku tembak, wajah istri dan anak saya terus terbayang. Saya berpikir, apakah mereka bisa bertahan tanpa saya? Saya pikir saya akan mati," ucap Cocoy.
Baca juga: Houthi Kembali Tenggelamkan Kapal di Laut Merah, 3 Orang Tewas